BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Persalinan normal suatu keadaan
fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa intervensi penolong.
Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor “P” utama yaitu kekuatan ibu (power),
Keadaan jalan lahir (Passage), dan Keadaan janin (Passanger). Faktor lainnya
adalah psikologi ibu (respon ibu), Penolong saat bersalin, dan posisi ibu saat
persalinan. Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor “P”
tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan
pada satu atau lebih faktor “P” ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada
jalannya persalinan. Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia.
Salah satu penyebab dari distosia karena
adalah kelainan jalan lahir lunak seperti vulva, vagina, serviks dan uterus.
Distosia berpengaruh buruk bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan
penanganan tepat akan menentukan prognosis ibu dan janin.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
gambaran pelvis yang ideal?
2. Bagaimana
distosia kelainan jalan lahir pada PAP, PTP, dan PBP ?
C.
TUJUAN
1. Untuk
mengetahui gambaran pelvis yang ideal.
2. Untuk
mengetahui kelainan jalan lahir pada PAP, PTP, dan PBP.
D.
METODE
PENULISAN
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode pustaka, yaitu dengan menggunakan
sumber-sumber pustaka seperti buku dan internet sebagai acuan.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Gambaran
pelvis yang ideal :
a. Ukurannya
:
Bentuk inlet-nya bulat atau oval
Tidak dijumpai penonjolan
promontorium
Diameter anterior atau posterior 12
cm
Diameter transversalnya 13 cm
Sudut inklinasi terhadap bidang
horizontal sebesar 550
b. Ruangannya
:
Melengkung dengan lateral lurus
Tidak terdapat penonjolan spina
isciadika
Lengkungan sacrum licin
Panjang ligamentum skrospinosum 3 ½
cm
c. Pintu
bawah panggul :
Melengkung pada arkus pubis
Sudut subpubisnya lebih dari 80
derajat
Diameter intertuberosusnya 10cm
1. Tulang
pelvis sejati dibagi menjadi 4 zona :
a. zona
pintu masuk
b. zona
ruangan
c. zona
tulang pelvis bagian tengah
d. zona
pintu keluar
2. Sumbu
jalan lahir melengkung kedepan, dengan titik lengkungannya disekitar zona
tulang pelvis bagian tengah
Zona pada tulang pelvis sejati
a. Zona
pintu masuk (inlet)
Dibatasi oleh : linea inominata,
simfisis pubis, promontorium.
Diameter transversal 13 cm.
Diameter anterior/posterior 12 cm.
Diameter oblik 13 cm.
Konjugata vera 11 cm.
Konjugata diagonalis 12 ½ cm.
Penyempitan PAP dapat menyebabkan :
Kepala tinggi, Compound presentation, Ketuban pecah dini, Kelainan letak janin.
b. Zona
ruangan
Merupakan bagian terluas rongga
pelvis.
Diameter anterior/posterirnya 13 ½
cm.
Diameter transversalnya 12 ½ cm.
c. Zona
pelvis tengah
Ruangan tersempit tulang pelvis.
Dibatasi oleh : arkus pubis, spina
ischiadika, ligamentum sakrospinosum, ujung tulang sacrum.
Diameter yang paling penting spina ischiadika
10 ½ cm.
Spina ischiadika membagi pelvis
tengah menjadi : segitiga depan dibatasi oleh arkus pubis,rami osis pubis.
Segitiga belakang dasarnya spina ischiadika, lateralnya sakrospinosum.
Diameter anterior/posteriornya 11 ½
cm.
Diameter sagital/posterior 5 cm.
Penyempitan panggul tengah jika
jumlah diameter interspinarum dan diameter sagital posterior kurang dari 15 ½
cm.
Penyempitan panggul tengah
menyebabkan kegagalan putar paksi dalam, deep transverse arrest atau occipito
posterior persistent, kesulitan untuk melakukan pemasangan forceps.
d. Zona
pintu keluar (outlet)
Sebagian besar tidak terlalu banyak
pengaruhnya terhadap persalinan.
Penyempitan pintu keluar jika
dijumpai diameter interischia tuberosum kurang dari 8 ½ cm.
Interischia Tuberosum, membagi
pintu bawah panggul menjadi dua bagian : Segitiga depan yaitu interischia
tuberosum sampai ujung simfisis, Segitiga belakang yaitu interischia tuberosum
sampai ujung S5.
Segitiga depan akan menyempit dan
menyebabkan kepala harus menekan kebelakang saat lahir dan menimbulkan trauma
besar pada perineum.[1]
2. Distosia
Kelainan Jalan Lahir Pada PAP, PTP, dan PBP
Setiap
kelainan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, dapat
menimbulkan distosia pada persalinan. Kesempitan panggul bisa diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Kesempitan
pintu atas panggul (PAP)
2. Kesempitan
panggul tengah (PTP)
3. Kesempitan
pintu bawah panggul (PBP)
A. Kesempitan
Pintu Atas Panggul
1. Definisi
Pintu
atas panggul biasanya dianggap menyempit jika konjugata vera yang merupakan
ukuran paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika diameter transversa
yang merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang dari 12 cm. Konjugata vera
umumnya diperkirakan dengan pengukuran secara manual panjang konjugata
diagonalis yang sekitar 1,5 cm lebih besar, Dengan demikian, kesempitan pintu
atas panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dengan konjugata diagonalis
yang berukuran kurang dari 11,5 cm.
Dengan
melakukan pengukuran panggul secara klinis dan kadang-kadang pelvimetri
radiologi, kita harus menentukan konjugata vera yang merupakan diameter
terkecil yang harus dilewati kepala janin. Kadang-kadang korpus vertebra
sakralis pertama bergeser kedepan sehingga ukuran yang paling kecil ini
sebenarnya berada diantara promontorium sacrum yang palsu atau abnormal dan
simfisis pubis.
Diameter
biparietalis kepala janin yang aterm bisa ditentukan dengan pemeriksaan
ultrasonografi sebelum persalinan, dan pada populasi klinik yang berbeda-beda
mempunyai kisaran rata-rata dari 9,5 cm sampai ukuran terbesar 9.8 cm. Karena
itu, sebagian bayi sukar atau bahkan tidak mungkin dapat melewati pintu atas
panggul dengan konjugata vera yang panjangnya kurang dari 10 cm.
Menurut
Mengert (1948) dan Kaltreider (1982), dengan menggunakan pelvimetri rontgen,
memperlihatkan bahwa insiden persalinan yang sulit akan meningkat sampai suatu
derajat yang sama kalau konjugata vera kurang dari 10 cm. atau diameter
transversalis pintu atas panggul kurang dari 12 cm. Kalau kedua ukuran tersebut
sempit, insiden kesulitan obstetric akan jauh lebih besar daripada kalau hanya
salah satu saja yang sempit. Konvigurasi pintu atas panggul juga merupakan
faktor penting yang menentukan apakah ukuran panggul memadai, tanpa tergantung
pada hasil pengukuran sebenarnya konjugata diagonalis serta diameter
transversalin dan “ daerah-daerah” yang dikalkulasikan dan klasifikasi.
Wanita
yang kecil barangkali akan memilik panggul yang kecil, namun lebih besar kemungkinannya
pula untuk mempunyai bayi yang kecil. Menurut Thoms (1937), dalam suatu
penelitian terhadap 362 wanita primigravida, mendapatkan bahwa berat rata-rata
bayi yang dilahirkan oleh para wanita tersebut lebih rendah secara bermakna
(278 gram) pada wanita dengan panggul kecil daripada wanita dengan panggul
sedang atau besar. Dalam bidang obstetric Veteriner kerapkali ditemukan bahwa
pada sebagian besar spesies hewan faktor penting yang menentukan besar janin
bukan terletak pada ukuran paternal melainkan pada ukuran maternal.
2. Ukuran
kepala janin.
Teknik-teknik
pemeriksaan secara klinis, radiologis, ataupun ultrasonografik telah digunakan
dengan berbagai derajat keberhasilan dalam menentukan ukuran kepala janin
terhadap ukuran pintu atas panggul.
3. Pemeriksaan
Klinis
Masuknya
kepala janin kedalam panggul, seperti dijelaskan oleh Muller (1880), dapat memberikan
informasi yang berguna. Pada presentasi belakang kepala(occiput), dokter dapat
memegang bagian dahi dan sub occiput melalui dinding abdomen dan melakukan
penekanan kuat kebawah menurut sumbu pintu atas panggul. Tekanan pada fundus
yang diberikan oleh asisten pada saat yang sama biasanya akan membantu
pemeriksaan ini. Akibat tekanan pada penurunan kepala janin dapat dievaluasi
melalui palpali dengan tangan yang mengenakan sarung tangan steril didalam
vagina.Jika tidak terdapat disproporsi, kepala janin sudah akan masuk kedalam
panggul dan persalinan pervaginam dapat diramalkan. Namun demikian,
ketidakberhasilan kepala janin untuk masuk kedalam panggul tidak selalu
menunjukan bahwa persalinan pervaginam tidak mungkin berlangsung. Gambaran yang
memperlihatkan secara jelas kepala janin dalam posisi fleksi yang bertumpuk
dengan simfisis pubis merupakan bukti presumptive adanya disproporsi.[2]
4. Presentasi
dan posisi janin
Penyempitan
pintu masuk panggul berperan penting dalam terjadinya presentasi abnormal.
Presentasi muka dan bahu terjadi tiga kali lebih sering pada perempuan dengan
penggul yang sempit, dan prolaps tali pusat dan ekstremitas janin terjadi empat
sampai enam kali lebih sering. Pada perempuan nulipara normal, bagian terbawah
janin sering turun kedalam rongga panggul sebelum awitan partus aterm. Namun,
jika pintu masuk panggul sangat menyempit, penurunan janin biasanya tidak
terjadi sampai setelah awitan partus (jika hal itu memang terjadi).
5. Proses
Persalinan
Pada
deformitas panggul sedemikian jelas sehingga menyebabkan kepala janin tidak
dapat memasuki pintu masuk panggul, proses persalinan menjadi lebih lama dan
pada banyak kasus tidak pernah terjadi partus spontan. Jika hal ini terjadi,
efek pada ibu dan janin akan parah.
a. Efek
pada ibu
Meskipun efek pada ibu dan janin
akibat panggul yang sempit diklasifikasikan dipembahasan selanjutnya, perlu
diingat bahwa distosia akibat kelainan tulang panggul dapat menyebabkan
komplikasi yang serius bagi janin atau ibunya atau keduanya.
1. Kelainan
dilatasi serviks
Biasanya, dilatasi serviks
dipermudah oleh efek hidrostatik selaput ketuban yang masih utuh atau, setelah
ketuban pecah, tekanan langsung bagian terbawah janin terhadap serviks, Namun,
pada panggul yang sempit, saat kepala tertahan dipintu masuk panggul, seluruh
kekuatan yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus menekan langsung pada bagian
selaput ketuban yang menutupi serviks yang berdilatasi. Setelah ketuban pecah,
tidak adanya tekanan kepala janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus
menyebabkan kontraksi uterus melemah.
2. Bahaya
rupture uterus
Jika
disproporsi kepala panggul sedemikian besar sehingga tidak terjadi engagement
dan penurunan, segmen uterus bawah akan teregang hebat dan kemungkinan besar
timbul bahaya rupture uterus. Pada kasus seperti ini, dapat terbentuk cincin
retraksi patologik yang dapat diraba sebagai suatu rigi transversal atau oblik
membentang melintasi uterus diantara simfisis dan umbilicus. Jika diketahui
kelainan ini, seksio cesaria harus segera dilakukan untuk mengakhiri persalinan
dan mencegah rupture uterus.
3. Pembentukan
fistula
Saat
bagian terbawah janin terjepit dipintu masuk panggul tetapi tidak dapat maju
selama beberapa waktu, bagian-bagian jalan lahir yang terletak diantara bagian
terbawah janin dan dinding panggul mungkin mengalami tekanan berlebihan. Akibat
sirkulasi yang terganggu, terjadi nekrosis yang beberapa hari setelah pelahiran
dapat bermanifestasi sebagai fistula vesikovaginalis, vesikoservikalis, atau
rektovaginalis.
4. Infeksi
intrapartum
Infeksi
adalah bahaya serius lainnya yang dapat dialami ibu dan janin akibat komplikasi
ketuban pecah dini. Resiko infeksi meningkat oleh pemeriksaan vagina berulang
dan manipulasi intra vagina dan intrauterus lainnya.
b. Efek
pada janin
Partus yang memanjang itu sendiri
berbahaya bagi janin. Pada perempuan yang mengalami persalinan lebih dari 20
jam atau dengan partus kala 2 yang lebih dari 3 jam, terdapat peningkatan angka
kematian perinatal yang bermakna. Jika panggul menyempit dan terjadi ketuban
pecah dini, infeksi intrapartum menjadi penyulit serius bagi ibu dan merupakan
penyebab penting kematian jani dan neonatus.
1. Pembentukan
caput suksedaneum
Jika
panggul sempit, sering terbentuk caput suksedaneum besar dibagian paling
dependen dari kepala selama proses persalinan. Caput dapat mencapai dasar
panggul sementara kepala masih belum masuk, dank arena tidak menyadari hal ini,
dokter yang belum berpengalaman mungkin melakukan kesalahan dengan memaksa
pelahiran lebih cepat dengan forsep. Biasanya, caput besar menghilang beberapa
hari setelah lahir.
2. Molding
kepala janin
Dibawah
tekanan kontraksi uterus yang kuat, tulang-tulang tengkorak menjadi saling
tumpang tindih disutura-sutura mayor, suatu proses yang disebut sebagai molding
(pelipatan). Proses ini dapat mengurangi diameter biparietal sekitar 0,5 cm
tanpa menyebabkan cedera otak; pada molding yang lebih besar, kemungkinan
cedera intracranial meningkat. Fraktur tengkorak kadang-kadang dijumpai,
biasanya setelah usaha pelahiran secara paksa, walaupun kadang-kadang hal ini
terjadi pada persalinan spontan.
3. Prolaps
tali pusat
Suatu
penyulit janin yang serius adalah prolaps tali pusat, yang dipermudah oleh
gangguan adaptasi antara bagian terbawah janin dan pintu masuk panggul.
6. Penanganan
Tatalaksana
penyempitan pintu masuk panggul terutama ditentukan oleh prognosis untuk
pelahiran pervaginam yang aman. Jika berdasarkan kriteria yang dikaji tidak
dapat dilakukan partus spontan yang aman bagi ibu dan bayinya, harus
dilakukakan seksio sesaria.
7. Prognosis
Prognosis
untuk pelahiran janin aterm berukuran normal pervaginam yang berhasil pada
kasus penyempitan hebat pintu masuk panggul dengan diameter anteroposterior kurang
dari 9 cm hampir tidak memiliki harapan. Untuk kelompok borderline dengan
diameter anteroposterior sedikit dibawah 10 cm, prognosis untuk partus
pervaginam sangat dipengaruhi oleh berbagai variable sebagai berikut :
1. Semua
presentasi kecuali occiput tidak menguntungkan.
2. Ukuran
janin sangat penting
3. Jenis
pintu masuk panggul berperan penting
4. Disfungsi
uterus sering terjadi pada disproporsi yang besar
5. Secara
umum, dilatasi serviks spontan yang teratur mengisyaratkan bahwa partus
pervaginam mungkin berhasil.
6. Asinklitismus
yang ekstrem dan molding kepala janin yang mencolok tanpa engagement merupakan
tanda prognostic buruk.
7. Data-data
mengenai hasil persalinan dan pelahirannya sebelumnya bermanfaat. Demikian
juga, data berat bayi sebelumnya
8. Gagalnya
pelahiran pervaginam akibat keadaan-keadaan yang mengganggu perfusi
uteroplasenta.[3]
B. Kesempitan
Pintu Tengah Panggul
1. Definisi
Bidang obstetric panggul tengah
membentang dari margi inferior simfisis pubis, lewat spina ischiadika, dan
mengenai sacrum di dekat sambungan tulang vertebra keempat dan kelima. Linea
transversal yang secara teoritis menghubungkan kedua spina ischiadika membagi
panggul tengah menjadi bagian anterior dan posterior. Bagian yang pertama
dibatasi di sebelah anteriornya oleh ramus iskiopubikum. Bagian posterior
dibatasi di sebelah dorsal oleh sacrum dan di sebelah lateral oleh ligamentum
sakrospinosum sehingga membentuk batas-batas inferior foramen iskiadikum mayor.
Ukuran panggul tengah rata-rata
adalah sebagai berikut: diameter transversa (interspinosum), 10,5 cm; konjugata
vera (dari pinggir bawah simfisis pubis ke sambungan vertebra sakralis keempat
dan kelima), 11,5 cm; dan diameter sagitalis posterior (dari titik tengah linea
interspinosum ke titik yang sama pada sacrum), 5 cm. meskipun definisi
kesempitan panggul tengah belum dapat ditetapkan dengan ketepatan yang sama
seperti pada kesempitan pintu atas panggul, namun panggul tengah mungkin sempit
kalau jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis posterior pelvis
(normalnya 10,5 plus 5 cm atau 15,5 cm) mencapai 13,5 cm atau lebih kecil lagi.
Konsep ini ditegaskan oleh Chen dan Huary (1982) dalam mengevaluasi kemungkinan
kesempitan panggul tengah. Kalau diameter interspinarum kurang dari 10 cm, kita
sudah mempunyai alasan untuk mencurigai adanya kesempitan panggul tengah. Bila
diameter interspinarum lebih kecil dari 9 cm, panggul tengah sudah pasti
sempit. Definisi kesempitan panggul tengah yang sebelumnya, tentu saja, tidak
menggatakan bahwa distosia harus terjadi pada panggul semacam itu, tetapi hanya
menyebutkan bahwa distosia bias terjadi. Terjadinya distosia pada kesempitan
pada panggul tenggah juga tergantung pada ukuran serta bentuk pelvis bagian
depan dan besar kepala janin, di samping derajat kesimpitan panggul tenggah
sendiri.
2. Pengenalan
Meskipun tidak ada metode manual
yang tepat untuk menggukur kesempitan panggul tenggah , tanda-tanda yang
menunjukan kesempitan panggul tengah kadang-kadang dapat diperoleh dengan
memastikan dengan pemeriksaan vagina bahwa spina iskiadiska menonjol kedalam,
dinding samping pelvis berkonvergensi atauf oramen istiadikum mayor teraba
sempit. Menurut Elle dan Mengert (1947) lebih lanjut menunjukkan bahwa hubungan
antara distansia tuberum dan dinstansia spinarum pada iskium cukup konstan
sehingga penyempitan distansia spinarum dapat diantisipasi kalau distansia
tuberum sempit. Meskipun demikian, distansia tuberum yang normal tidak selalu
menyingkirkan kemungkinan distansia untuk spinarum yang sempit.
3. Etiologi
Kesempitan panggul tengah mungkin
lebih sering dijumpai daripada kesempitan pintu atas panggul, dan sering
menjadi penyebab kemacetan pada janin dalam posisi melintang (transversearrest) dan kesulitan dalam
melakukan tindakan forcep tengah.
4. Penatalaksanaan
Dalam penangganan persalinan yang
dipersulit dengan adanya kesempitan panggul tengah, tindakan pertama adalah
membiarkan tenaga persalinan yang alami untuk mendorong diameter biparietalis
kepala janin melewati hambatan spinarum yang potensial tersebut. Pemasangan
forcep pada kepala janin mungkin sukar sekali dilakukan karena diameter yang
paling besar belum melewati bagian panggul tengah yang sempit. Kesukaran ini
dapat dijelaskan berdasarkan dua alasan :
a) Penarikan
kepala dengan forcep akan menghilangkan fleksi, sementara dorongan dari atas
meningkatkan fleksi
b) Kendati
daun porcep hanya memakan tempat beberapa milimeter, namun hal ini sudah
menggurangi lagi ruangan yang tersedia. Hanya kalau kepala janin sudah turun
sampai perineum menonjol dan verteks benar-benar terlihat, barulah kita
mempunyai alasan untuk merasa yakin bahwa kepala janin sudah melewati tempat
obstruksi. Dalam keadaan ini, biasanya forsep sudah dapat dipasang dengan aman.
Dorongan yang kuat dari atas fundus tidak boleh digunakan untuk mencoba memaksa
kepala janin melewati tempat obstruksi.
Pemakaian forsep untuk membantu
persalinan pada sempitan panggul tengah, yang biasanya tidak terdiagnosis,
bertanggungjawab atas begitu banyak kutukan yang dilontarkan pada tindakan
forsep tengah. Karena itu, persalinan dengan forsep tengah merupakan
kontraindikasi pada setiap kasus kesempitan panggul tengah, dimana diameter
biparietalis kepala janin belum melewati tempat yang sempit itu. Kalau tidak,
angka mortalitas dan morbiditas perinatal yang menyertai tindakan tersebut akan
tinggi sekali.
Penggunaan alat vakum ekstrasi
telah dilaporkan memberikan hasil yang baik pada beberapa kasus kesempitan
panggul tengah setelah serviks
benar-benar berdilatasi penuh. Traksi yang dilakukan tidak perlu
menimbulkan defleksi kepala janin dan alat vakum juga tidak memakan ruangan
seperti halnya forsep. Seperti pada persalinan dengan forsep, vakum ekstrasi
tidak boleh dipasang sebelum berdiameter biparietalis melewati tempat obstruksi
dalam panggul. Oksitosin tentu saja tidak mempunyai tempat dalam penanganan
distosia yang disebabkan oleh kesempitan panggul tengah.
C. Kesempitan
Pintu Bawah Panggul
1. Definisi
dan insiden
Kesempitan pintu
bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana distansia tuberum 8 cm
atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul secara kasar dapat disamakan dengan
dua buah segitiga. Distansia tuberum merupakan alas kedua segitiga tersebut.
Kedua sisi segitiga yang di depan adalah ramus osis pubis, dan puncaknya
terdapat pada permukaan inferior-posterior simfisis pubis. Segitiga yang
dibelakang tidak mempunyai sisi tulang tetapi puncaknya dibatasi oleh ujung
vertebra sakralis terakhir (bukan ujung os koksigeus). Floberg dan kawan-kawan
(1987) melaporkan bahwa kesempitan pintu bawah panggul ditemukan pada 0,9
persen dari 1429 primigravida aterm yang tidak diseleksi; semua primigravida
ini dirawat pada rumah sakit di Stockholm.
2. Etiologi
Pengurangan
distansia tuberum yang mengakibatkan penyempitan segitiga anterior pada pintu
bawah panggul tanpa bisa dihindari harus mendorong kepala janin kea rah
posterior. Karena itu, kelangsungan proses persalinan sebagian akan tergantung
pada ukuran segitiga posterior atau lebih spesifik lagi pada distansia tuberum
dan diameter sagitalis posterior pintu bawah panggul. Pintu bawah pangul yang
sempit tak banyak mengakibatkan distosia karena kesempitannya sendiri mengingat
keadaan ini sering disertai pula dengan kesempitan panggul tengah. Kesempitan pintu bawah panggul tanpa
disertai kesempitan pada bidang panggul tengah jarang dijumpai.
Bahkan sekalipun
disproporsi antara ukuran kepala janin dan pintu bawah panggul tidak cukup
besar untuk menimbulkan distosia yang berat, namun keadaan tersebut tetap
menjadi bagian yang penting sebagai penyebab ruptura perineum. Dengan semakin
sempitnya arkus pubis, oksiput tidak bisa muncul langsung dibawah simfisis
pubis tetapi akan terdorong lebih jauh
ke bawah pada ramus iskiopubikum. Pada kasus-kasus yang ekstrim, kepala janin
harus berputar di sekeliling garis yang menghubungkan kedua tuber iskiadikum.
Sebagai akibatnya, perineum harus semakin teregang dan dengan demikian
menghadapi ancaman terjadinya ruptur yang besar. Episiotomy mediolateralis yang
luar biasanya diperlukan pada keadaan ini.[4]
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Tulang
pelvis sejati dibagi menjadi 4 zona :
a. zona
pintu masuk
b. zona
ruangan
c. zona
tulang pelvis bagian tengah
d. zona
pintu keluar
Kesempitan panggul bisa
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kesempitan
Pintu Atas Panggul
Pintu
atas panggul biasanya dianggap menyempit jika konjugata vera yang merupakan
ukuran paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika diameter transversa
yang merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang dari 12 cm. Kesempitan
pintu atas panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dengan konjugata
diagonalis yang berukuran kurang dari 11,5 cm.
2. Kesempitan
Pintu Tengah Panggul
Panggul tengah
mungkin sempit kalau jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis posterior
pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm atau 15,5 cm) mencapai 13,5 cm atau lebih
kecil lagi.
3. Kesempitan
Pintu Bawah Panggul
Kesempitan pintu
bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana distansia tuberum 8 cm
atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul secara kasar dapat disamakan dengan
dua buah segitiga. Distansia tuberum merupakan alas kedua segitiga tersebut.