BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR
BELAKANG
Nilai
dan masyarakat memiliki kaitan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan.
Masyarakat akan terkoyak bila nilai-nilai kebersamaan telah lenyap dari
masyarakat itu. Perkembangan nilai dalam suatu masyrakat sangat dipengaruhi
oleh warga masyarakat atau bangsa yang memiliki nilai itu sendiri.
Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang namun tidak menghakimi apakah perilaku itu salah atau benar. (Horton, 1987)
Nilai merupakan bagian yang sangat penting di masyarakat dan perkembangan kebudayaan. Suatu tindakan atau perbuatan warga masyarakat dianggap sah apabila sesuai atau serasi dengan nilai-nilai yang berlaku atau dijunjung tinggi oleh suatu masyarakat.Perkembangan nilai Budaya ini dapat berupa materi abstrak, konkret maupun fisik. Secara langsung maupun tidak langsung, budaya akan sangat berpengaruh pada perkembangan kesehatan masyarakat yang menganut suatu budaya. Indonesia yang terdiri dari beragam etnis tentu memiliki banyak budaya dalam masyarakatnya. Terkadang,perkembangan nilai budaya suatu etnis dengan etnis yang lain dapat berbeda jauh. Hal ini menyebabkan suatu budaya yang positif, dapat dianggap budaya negatif di etnis lainnya. Sehingga tidaklah mengherankan jika permasalahan kesehatan di Indonesia begitu kompleksnya.
Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang namun tidak menghakimi apakah perilaku itu salah atau benar. (Horton, 1987)
Nilai merupakan bagian yang sangat penting di masyarakat dan perkembangan kebudayaan. Suatu tindakan atau perbuatan warga masyarakat dianggap sah apabila sesuai atau serasi dengan nilai-nilai yang berlaku atau dijunjung tinggi oleh suatu masyarakat.Perkembangan nilai Budaya ini dapat berupa materi abstrak, konkret maupun fisik. Secara langsung maupun tidak langsung, budaya akan sangat berpengaruh pada perkembangan kesehatan masyarakat yang menganut suatu budaya. Indonesia yang terdiri dari beragam etnis tentu memiliki banyak budaya dalam masyarakatnya. Terkadang,perkembangan nilai budaya suatu etnis dengan etnis yang lain dapat berbeda jauh. Hal ini menyebabkan suatu budaya yang positif, dapat dianggap budaya negatif di etnis lainnya. Sehingga tidaklah mengherankan jika permasalahan kesehatan di Indonesia begitu kompleksnya.
Untuk
mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan diperlukan pengetahuan yang
memadai mengenai budaya dasar dan budaya suatu daerah. Atas dasar inilah, kami
ingin mengetahui lebih lanjut mengenai perkembangan nilai budaya individu yang kaitannya dengan kesmas. Sehingga dalam
mensosialisasikan kesehatan pada masyarakat luas dapat lebih terarah yang
implikasinya adalah naiknya derajat kesehatan masyarakat.
1.2.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
perbedaan nilai dan moral terhadap perkembangan nilai budaya individu dengan
kesmas?
2. Bagaimana
pandangan dari masyarakat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat tehadap
perkembangan nilai budaya, yang meliputi:
§ Bagaimana
perkembangan nilai budaya terhadap individu?
§ Bagaimana
perkembangan nilai budaya terhadap keluarga?
§ Bagaimana perkembangan nilai budaya terhadap
masyarakat?
3. Bagaimana
hubungan perkembangan nilai budaya dengan kesehatan masyarakat?
4. Apa pengaruh kebudayaan
terhadap pengobatan tradisional?
5. Apa pengaruh hubungan
sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat
1.3.
TUJUAN
1.
Mampu menjelaskan
perbedaan nilai dan moral terhadap perkembangan nilai budaya individu dengan
kesmas.
2.
Mampu menjelaskan
pandangan dari masyarakat terhadap individu, keluarga dan masyarakat terhadap
perkembangan nilai budaya
3.
Mampu menjelaskan
hubungan perkembangan nilai budaya dengan kesehatan masyarakat
4.
Mampu menjelaskan pengaruh kebudayaan terhadap pengobatan
tradisional.
5.
Mampu menjelaskan
hubungan sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Perbedaan Nilai dan Moral
2.1.1.
Pengertian
Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna
bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna
bagi kehidupan manusia.
Pengertian
nilai (value), menurut Djahiri (1999), adalah harga, makna, isi dan
pesan, semangat, atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori,
sehingga bermakna secara fungsional. Disini, nilai difungsikan untuk mengarahkan,
mengendalikan, dan menentukan kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar
perilaku. Sedangkan menurut Dictionary dalam Winataputra (1989), nilai adalah
harga atau kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu
tersebut secara intrinsik memang berharga.
pesan, semangat, atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori,
sehingga bermakna secara fungsional. Disini, nilai difungsikan untuk mengarahkan,
mengendalikan, dan menentukan kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar
perilaku. Sedangkan menurut Dictionary dalam Winataputra (1989), nilai adalah
harga atau kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu
tersebut secara intrinsik memang berharga.
Berdasarkan uraian di muka dapat disimpulkan bahwa pengertian dan makna
nilai adalah suatu bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang terdapat dalam berbagai
hal yang dianggap sebagai sesuatu yang berharga, berguna, dan memiliki manfaat.
Nilai
Instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar yang dijabarkannya
Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam bentuk-bentuk
baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan dalam batas-batasyang dimungkinkan
oleh nilai dasar itu. Penjabaran itu jelas tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai dasarnya.
2.1.2.
CIRI-CIRI
NILAI
Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah Sebagai berikut.
1. Nilai
itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat
abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang
bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah
nilai,tetapi kita tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra
adalah kejujuran itu.
2. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai
mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki
sifat ideal (das sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan
manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan
mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
3. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator
dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong
oleh nilai yang diyakininya.Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini
menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
2.1.3. MACAM-MACAM
NILAI
Dalam
filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu
a. Nilai logika adalah nilai benar salah.
a. Nilai logika adalah nilai benar salah.
b.
Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah
c.
Nilai etika/moral adalah baik buruk.
Berdasarkan klasifikasi di atas, kita
dapat memberikan contoh dalam kehidupan. Jika seorang mahasiswa dapat menjawab
suatu pertanyaan, ia benar secara logika. Apabila ia keliru dalam menjawab,
kita katakan salah. Kita tidak bisa mengatakan mahasiswa itu buruk karena
jawabanya salah. Buruk adalah nilai moral sehingga bukan pada tempatnya kita
mengatakan demikian. Contoh nilai estetika adalah apabila kita melihat suatu
pemandangan, menonton sebuah pentas pertunjukan, atau merasakan makanan, nilai
estetika bersifat subjektif pada diri yang bersangkutan. Seseorang akan merasa
senang dengan melihat sebuah lukisan yang menurutnya sangat indah, tetapi orang
lain mungkin tidak suka dengan lukisan itu. Kita tidak bisa memaksakan bahwa
luikisan itu indah.
Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan
baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak
semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan
manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan
kita sehari-hari.
Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan
baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak
semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan
manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan
kita sehari-hari.
Menurut Max Scheller (dalam Kaelan
,2002, hlm. 175) menyebutkan hierarki tersebut terdiri dari :
1. Nilai
kenikmatan, yaitu nilai yang mengenakkan atau tidak mengenakkan, yang berkaitan
dengan indra manusia yang menyebabkan manusia senang atau menderita.
2. Nilai
kehidupan, yaitu nilai yang penting bagi kehidupan.
3. Nilai
kejiwaan, yaitu nilai yang tidak tergantung pada keadaan jasmani maupun
lingkungan.
4. Nilai
kerohanian, yaitu moralitas nilai dari yang suci ke yang tidak suci.
Notonegoro dalam Kaelan (2000)
menyebutkan adanya 3 macam nilai. Ketiga nilai
itu adalah sebagai berikut :
itu adalah sebagai berikut :
a. Nilai
material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau
kebutuhan ragawi manusia.
b. Nilai
vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas.
c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang
berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi:
1. Nilai
kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
2. Nilai
keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan(emotion)
manusia.
3. Nilai
kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa,Will)
manusia.
4. Nilai
religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber
pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Sedangkan di Indonesia (khususnya
pada dekade penataran P4) Hierarki nilai dibagi 3 yaitu :
1. Nilai
dasar (dasar ontologis) yaitu merupakan hakikat, esensi, inti sari atau makna
yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal
karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu (Tuhan).
2. Nilai
instrumental merupakan suatu pedoman yang bisa diukur atau diarahkan. Sehingga
dapat dikatakan nilai instrumental merupakan suatu eksplisitasi dari nilai
dasar.
3. Nilai
praktis, merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu
kehidupan nyata. Sehingga nilai praktis ini merupakan perwujudan dari nilai
instrumental.
2.1.4.
Pengertian Moral
Kata
Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Moral
berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusia
menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai
positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut abmoral artinya dia tidak
bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga
moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal
yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak
bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai
implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari
sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di
sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh
sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara
utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Menurut
kamus besar bahasa indonesia adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima
umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia.
apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Moral juga dapat
diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang
pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara
hati, serta nasihat, dll.
Berikut ini berbagai pengertian
moral yang di asosiasikan oleh beberapa ahli, terkait dengan pengertian
moral;
1. DIAN IBUNG
Moral adalah nilai yang berlaku dalam suatu
lingkungan sosial dan mengatur tingkah laku seseorang.
2. WIWIT WAHYUNING, DKK
Moral berkenaan dengan norma – norma
umum, mengenai apa yang baik atau benar dalam cara hidup seseorang.
3. ZAINUDDIN SAIFULLAH NAINGGOLAN
Moral ialah suatu tendensi rohani
untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang
dan masyarakat.
4. SONNY KERAF
Moral menjadi tolok ukur yang
dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai
manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat atau sebagai orang dengan jabatan
tertentu atau profesi tertentu.
5. IMAM SUKARDI
Moral adalah suatu kebaikan yang
disesuaikan dengan ukuran – ukuran tindakan yang diterima oleh umum, meliputi
kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
Adapun pengertian moral dalam kamus
filsafat dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dipandang
baik atau buruk, benar atau salah, tepat atau tidak tepat.
b. Sesuai dengan kaidah-kaidah yang
diterima, menyangkut apa yang dianggap benar, baik, adil dan pantas.
c.
Memiliki:
Ø Kemampuan untuk diarahkan oleh
(dipengaruhi oleh) keinsyafan benar atau salah.
Ø Kemampuan untuk mengarahkan
(mempengaruhi) orang lain sesuai dengan kaidah-kaidah perilaku nilai benar dan
salah.
d. Menyangkut cara seseorang bertingkah
laku dalam berhubungan dengan orang lain.
2.2.
Pandangan Nilai Masyarakat terhadap Individu,keluarga
dan masyarakat
terhadap Perkembangan Nilai Budaya
2.2.1.
Perkembangan
Nilai Budaya terhadap Individu
Nilai
budaya yang dianut individu merupakan masukan nilai-nilai yang berasal dari era
global yang sangat luas. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan
pertimbangan seseorang namun tidak menghakimi apakah perilaku itu salah atau
benar. Nilai pada individu akan mengikuti perkembangan dan perubahan yang ada
pada masyarakat. Sebagai contoh makin maraknya sinetron di televisi yang
menampilkan artis-artis dengan pakaian yang agak terbuka maka akan mempengaruhi
nilai-nilai budaya yang ada pada individu. Dahulu di masyarakat terdapat nilai
bahwa selayaknya mengenakan pakaian yang menutup aurat. Begitu juga pada sapek
lingkungan, bila individu tersebut bergaul di lingkungan yang baik maka sikap
baik juga yang akan ditunjukkan dalam kesehariannya. Kini nilai-nilai itu
mengalami pergeseran atau perubahan yakni wanita telah dianggap lazim
mengenakan pakaian yang mini.
Di era sebelum tahun 1990-an masih banyak wanita yang memliki rambut yang panjang (sampai lutut) namun pada kenyataannya akhir-akhir ini sudah sedikit sekali kita dapat menjumpai seorang wanita yang berambut panjang. Hal itu karena bila seorang wanita berambut panjang maka dianggap tidak fleksibel atau ribet dalam beraktifitas dan mungkin ada anggapan wanita berambut panjang sudah ketinggalan jaman.
Selama nilai-nilai itu mengalami perubahan yang masih relative positif maka tidak berdampak buruk bagi integritas individu itu sendiri dan begitu pula sebaliknya.
Di era sebelum tahun 1990-an masih banyak wanita yang memliki rambut yang panjang (sampai lutut) namun pada kenyataannya akhir-akhir ini sudah sedikit sekali kita dapat menjumpai seorang wanita yang berambut panjang. Hal itu karena bila seorang wanita berambut panjang maka dianggap tidak fleksibel atau ribet dalam beraktifitas dan mungkin ada anggapan wanita berambut panjang sudah ketinggalan jaman.
Selama nilai-nilai itu mengalami perubahan yang masih relative positif maka tidak berdampak buruk bagi integritas individu itu sendiri dan begitu pula sebaliknya.
2.2.2.
Perkembangan
Nilai Budaya terhadap Keluarga
Keluarga
menempati posisi diantara individu dan masyarakat yang juga merupakan suatu
system. Sebagai system keluarga mempunyai anggota yaitu; ayah, ibu dan anak
atau semua individu yang tiunggal di dalam rumah tangga tersebut. Anggota
keluarga saling berinteraksi, interelasi dan interdependensi untuk mencapai
tujuan bersama. Keluarga merupakan system yang terbuka sehingga dapat
dipengaruhi oleh supra sistemnya yaitu linkungan dan masyarakat dan sebaliknya
sebagai subsistem dari lingkungan (masyarakat) keluarga dapat mempengaruhi
masyarakat (suprasistem). Oleh karena itu betapa pentingnya peran dan fungsi
keluarga dalam membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang bernilai
budaya positif.
Keluarga memiliki lima fungsi dasar yang telah diuraikan oleh Friedman (1986) sebagai berikut:
Keluarga memiliki lima fungsi dasar yang telah diuraikan oleh Friedman (1986) sebagai berikut:
1. Fungsi afektif:
berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis kekuatan
keluarga. Berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan
pelaksanaan funsi afektif tampak pada kebahagian dan kegembiraan dari seluruh
anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang
positif. Hal tersebut dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan
hubungan dalam keluarga. Dengan demikian keluarga yang berhasil melaksanakan
fungsi afektif, seluruh keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam memenuhi fungsi afektif
adalah:
a. Saling
mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar
anggota keluarga. Setiap anggota yang mendapatkan kasih saying dan dukungan
dari anggota yang lain maka kemapuannya untuk memberikan kasih sayang akan
meningkat yang pada akhirnya tercipta hubungan yang hangat dan saling
mendukung. Hubungan intim didalam keluarga merupakan modal dasar dalam member
hubungan dengan orang lain diluar keluarga.
b. Saling
menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan mengakui keberadaan dan
hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif maka
fungsi afektif akan tercapai.
c. Ikatan
dan identifikasi, ikatan dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru.
Ikatan anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan
penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga. Orang tua harus
mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anak-anak dapat meniru
perilaku yang positif tersebut.
2. Fungsi sosialisasi:
sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu,
yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan
sosial. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Keluarga merupakan tempat individu
untuk belajar bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga
dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan
dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar displin, belajar norma-norma,
budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dengan keluarga.
3. Fungsi Reproduksi:
keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
4. Fungsi ekonomi:
fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan semua anggota
keluarga, seperti kebutuhan makanan, tempat tinggal dan lain sebagainya.
5. Fungsi perwatan keluarga:
keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu
mencegah terjadinya gangguan kesehatan atau merwat anggota keluarga yang sakit.
Dari berbagai fungsi di atas ada 3 fungsi pokok keluarga terhadap keluarga
lainnya, yaitu :
1. Asih adalah
memberikan kasih saying, perhatian, rasa aman, kehangatan,pada anggotakeluarga
sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dankebutuhannya.
2. Asuh adalah menuju
kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selaluterpelihara
sehingga memungkinkan menjadi anak-anak sehat baik fisik, mental, sosial,
danspiritual.
3. Asah adalah
memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang
mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.
2.2.3 Perkembangan Nilai Budaya terhadap Masyarakat
Nilai dan masyarakat
memiliki kaitan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan. Masyarakat akan
terkoyak bila nilai-nilai kebersamaan telah lenyap dari masyarakat itu.
Perkembangan nilai dalam suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh warga
masyarakat atau bangsa yang memiliki nilai itu sendiri.
Nilai merupakan bagian yang sangat penting di masyarakat dan perkembangan kebudayaan. Suatu tindakan atau perbuatan warga masyarakat dianggap sah apabila sesuai atau serasi dengan nilai-nilai yang berlaku atau dijunjung tinggi oleh suatu masyarakat. Misalnya suatu masyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, maka bila terdapat anggota masyarakat yang selalu berbuat jujur dalam berperilaku sehari-hari di masyarakat maka ia akan di hormati oleh warga masyarakat itu sendiri. Namun sebaliknya, bila ia suka berbuat curang, tidak berkata sebenarnya maka warga masyarakat akan menjadikan ia sebagai bahan pergunjingan.Selama nilai-nilai itu mengalami perubahan yang masih relative positif maka tidak berdampak buruk bagi integritas masyarakat namun bila di masyarakat yang berkembang adalah nilai-nilai yang negative maka dapat mengancam kesinambungan masyarakat itu sendiri. Dulu kita sering mendengar bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kegotongroyongan, namun kini nilai-nilai itu telah bergeser menjadi nilai-nilai yang mengarah pada individualis, yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama. Kita juga punya nilai-nilai kepedulian sosial yang tinggi, namun kini telah mengalami pergeseran menjadi “cuek is the best”. Hal ini sangat berbahaya bila kita tidak mengantisipasinya. Jangan sampai integritas masyarakat terkoyak karena kita tidak mampu mengarahkan perkembangan atau perubahan nilai yang berlangsung di masyarakat.
Nilai merupakan bagian yang sangat penting di masyarakat dan perkembangan kebudayaan. Suatu tindakan atau perbuatan warga masyarakat dianggap sah apabila sesuai atau serasi dengan nilai-nilai yang berlaku atau dijunjung tinggi oleh suatu masyarakat. Misalnya suatu masyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, maka bila terdapat anggota masyarakat yang selalu berbuat jujur dalam berperilaku sehari-hari di masyarakat maka ia akan di hormati oleh warga masyarakat itu sendiri. Namun sebaliknya, bila ia suka berbuat curang, tidak berkata sebenarnya maka warga masyarakat akan menjadikan ia sebagai bahan pergunjingan.Selama nilai-nilai itu mengalami perubahan yang masih relative positif maka tidak berdampak buruk bagi integritas masyarakat namun bila di masyarakat yang berkembang adalah nilai-nilai yang negative maka dapat mengancam kesinambungan masyarakat itu sendiri. Dulu kita sering mendengar bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kegotongroyongan, namun kini nilai-nilai itu telah bergeser menjadi nilai-nilai yang mengarah pada individualis, yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama. Kita juga punya nilai-nilai kepedulian sosial yang tinggi, namun kini telah mengalami pergeseran menjadi “cuek is the best”. Hal ini sangat berbahaya bila kita tidak mengantisipasinya. Jangan sampai integritas masyarakat terkoyak karena kita tidak mampu mengarahkan perkembangan atau perubahan nilai yang berlangsung di masyarakat.
2.3. Hubungan Perkembangan
Nilai Budaya Dengan Kesehatan Masyarakat
Kebudayaan
atau disebut juga kultur merupakan keseluruhan cara hidup manusia sebagai
warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya. Pengetahuan tentang
suatu kebudayaan tertentu dapat digunakan untuk meramalkan berbagai kepercayaan
dan perilaku anggotanya. Untuk itu petugas kesehatan perlu mempelajari
kebudayaan sebagai upaya mengetahui perilaku masyarakat di kebudayaan tersebut
sehingga dapat turut berperan serta memperbaiki status kesehatan di masyarakat
tersebut.
Dalam
tiap kebudayaan terdapat berbagai kepercayaan yang berkaitan dengan kesehatan.
Di pedesaan masyarakat jawa, ibu nifas tidak boleh makan yang amis-amis
(misalnya : Ikan) karena menurut kepercayaan akan membuat jahitan perineum
sulit sembuh dan darah nifas tidak berhenti. Menurut ilmu gizi hal tersebut
tidak dibenarkan karena justru ikan harus dikonsumsi karena mengandung protein
sehingga mempercepat pemulihan ibu nifas. Disinilah peran petugas kesehatan
untuk meluruskan anggapan tersebut.
Di
daerah Langkat, Sumatera Utara ada kebudayaan yang melarang ibu nifas untuk
melakukan mobilisasi selama satu minggu sejak persalinan. Ibu nifas harus
bedrest total selama seminggu karena dianggap masih lemah dan belum mampu
beraktivitas sehingga harus istirahat di tempat tidur. Mereka juga menganggap
bahwa dengan ilmu pengetahuan saat ini bahwa dengan beraktivitas maka proses
penyembuhan setelah persalinan akan terhambat. Hal ini bertentangan dengan ilmu
pengetahuan saat ini bahwa ibu nifas harus melakukan mobilisasi dini agar cepat
pulih kondisinya. Dengan mengetahui kebudayaan di daerah tersebut, petugas
kesehatan dapat masuk perlahan-lahan untuk memberi pengertian yang benar kepada
masyarakat.
Di
sisi lain ada kebudayaan yang sejalan dengan aspek kesehatan. Dalam arti
kebudayaan yang berlaku tersebut tidak bertentangan bahkan saling mendukung
dengan aspek kesehatan. Dalam hal ini petugas kesehatan harus mendukung
kebudayaan tersebut. Tetapi kadangkala rasionalisasinya tidak tepat sehingga
peran petugas kesehatan adalah meluruskan anggapan tersebut. Sebagai contoh,
ada kebudayaan yang menganjurkan ibu hamil minum air kacang hijau agar rambut
bayinya lebat. Kacang hijau sangat baik bagi kesehatan karena banyak mengandung
vitamin B yang berguna bagi metabolisme tubuh. Petugas kesehatan mendukung
kebiasaan minum air kacang hijau tetapi meluruskan anggapan bahwa bukan membuat
rambut bayi lebat tetapi karena memang air kacang hujau banyak vitaminnya. Ada
juag kebudayaan yang menganjurkan ibu menyusui untuk amakan jagung goring (di
Jawa disebut “marning”) untuk melancarkan air susu. Hal ini tidak bertentangan
dengan kesehatan. Bila ibu makan jagung goring maka dia akan mudah haus. Karena
haus dia akan minum banyak. Banyak minum
inilah yang dapat melancarkan air susu.
Dalam makalah ini kita mempelajari
tentang perkembangan nilai budaya dan kaitannya dengan kesehatan masyarakat.
Hal ini berkaitan dengan pentingnya petugas kesehatan mempelajari kebudayaan di
suatu wilayah agar dapat memperbaiki status kesehatan masyarakat di daerah
tersebut.
2.3.1. Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional
Masing-masing
kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk penyembuhan anggota masyarakatnya
yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran yang menganggap bahwa penyebab
penyakit adalah kuman, kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut dapat
mematikan kuman penyebab penyakit. Pada masyarakat tradisional, tidak semua
penyakit itu disebabkan oleh penyebab biologis. Kadangkala mereka
menghubung-hubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang
mengganggu manusia dan menyebabkan sakit.
Banyak
suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat guna-guna. Orang
yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta pertolongan.
Masing-masing suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat sebagai
penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut. Cara yang digunakan juga
berbeda-beda masing-masing suku. Begitu pula suku-suku di dunia, mereka
menggunakan pengobatan tradisional masing-masing untuk menyembuhkan anggota
sukunya yang sakit.
Suku
Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika anggota sukunya jari
kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui jalan biasa dan dia terkena penyakit
tuberkulosis maka dia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu disebabkan
oleh serangan tukang sihirdan korban tidak akan sembuh sampai serangan itu
berhenti.
Orang
Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit dapat disebabkan oleh
dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan yang terkena dapat mencari
pertolongan ke dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman. Dengan suatu upacara penyembuhan maka Shaman akan mengeluarkan benda asing itu dari tubuh pasien.
2.3.2.
Implementasi hubungan sosial budaya
dan pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat
Nilai-nilai sosial budaya banyak ditemukan pada tradisi-tradisi
yang turun-temurun mempengaruhi pola piker dan cara pandang kita dalam
melakukan sesuatu, begitu juga pengaruhnya dengan kesehatan masyarakat. Berikut
beberapa contoh yang dapat dijadikan pembanding seberapa besar pengaruh sosial
budaya dalam praktik kesehatan masyarakat.
a.
Pengaruh
social budaya pada saat kehamilan
1) Enggannya ibu hamil memeriksakan
kehamilannya pada bidan di puskesmas atau sarana kesehatan lainnya. Mereka
lebih senang memeriksakan kehamilannya dengan dukun kampung karena dianggap
sudah terpercaya dan turun-temurun dilakukan. Padahal, dukun kampung tersebut
tidak memiliki pengetahuan standar dalam pelayanan kehamilan yang normal.
2) Pada saat hamil, ibu hamil dilarang
makan ikan, telur atau makanan bergizi lainnya karena dipercaya akan
menimbulkan bau amis saat melahirkan. Hal ini sebenarnya tidak perlu dilakukan
karena berbahaya bagi kesehatan ibu dan dapat mengakibatkan ibu kekurangan
asupan gizi akan protein yang terkandung pada ikan.
b. Pengaruh sosial pada masa kelahiran
1) Pemberian kunyit atau bahan dapur
lain pada tali pusar yang sudah dipercaya turun-temurun. Kemudian, menekan tali
pusar tersebut dengan logam. Hal ini tidak boleh dilakukan karena sebenarnya
akan mengakibatkan iritasi dan infeksi kuman pada tali pusar bayi baru lahir.
2) Apabila proses persalinan yang
ditolong dukun kampung menyebabkan kematian ibu atau anak. Maka hal itu
dianggap wajar karena dipercaya ibu hamil telah melanggar pantangan yang
diberikan oleh si dukun.
3) Plasenta bayi baru lahir,setelah di
cuci hendak nya di injak dulu oleh kakaknya jika bayi tsb memiliki kakak. Jika
mempercayai mitos tersebut jika tidak terpenuhi malah akan timbul beban pada
keluarga, jadi sebaik nya tidak dilakukan.
4) Plasenta bayi di beri sisir,gula
merah, kelapa,pensil,kertas,dan kembang tujuh rupa kemudian di masukkan ke dalam
kendi baru dikuburkan. Jika mempercayai mitos tersebut ,jika tidak terpenuhi
malah akan timbul beban pada keluarga.
Jadi sebaik nya tidak dilakukan.
5) Pusar bayi yang puput di simpan dan
jika bayi sudah besar,pusat tersebut bisa jadi obat untuk bayi,caranya tali
pusat di rendam dan di minum kan kepada si bayi. Mitos seperti ini malah
merugikan karna jika sampai terminum oleh bayi maka akan membiarkan
mikroorganisme yang ada di plasenta akan masuk ke tubuh bayi.
6) Wanita- wanita Hausa
yang tinggal di sekitar Zaria Nigeria utara, secara tradisi memakan garam
kurang selama priode nifas, untuk meningkatkan produksi air susunya. Merka juga
menganggap bahwa hawa dingin adalah penyebab penyakit. Oleh sebab itu mereka
memanasi tubuhnya paling kurang selama 40 hari setelah melahirkan. Diet garam
yang berlebihan dan hawa panas, merupakan penyebab timbulnya kegagalan jantung.
Faktor budaya disini adalah kebiasaan makan garam yang berlebihan dan memanasi
tubuh adalah faktor pencetus terjadinya kegagalan jantung.
c.
Pengaruh
sosial budaya terhadap pelayanan kesehatan
1) Pengobatan tradisional
biasanya mengunakan cara-cara menyakitkan seperti mengiris-iris bagian tubuh
atau dengan memanasi penderita,akan tidak puas hanya dengan memberikan pil untuk
diminum. Hal tersebut diatas bisa menjadi suatu penghalang dalam memberikan
pelayanan kesehatan, tapi dengan berjalannya waktu mereka akan berfikir dan
menerima.
2)
Contoh
lain dari Papua Nugini dan Nigeria. ”pigbel” sejenis penyakit berat yang dapat
menimbulkan kematian disebabkan oleh kuman clodistrium perfringens type C.
Penduduk papua Nugini yang tinggal didaratan tinggi biasanya sedikit makan
daging. Oleh sebab itu, cenderung untuk menderita kekurangan enzim protetase
dalam usus. Bila suatu perayaan tradisional diadakan, mereka makan daging babi
dalam jumlah banyak tapi tungku tempat masaknya tidak cukup panas untuk memasak
daging dengan baik sehingga kuman clostridia masih dapat berkembang. Makanan
pokok mereka adalah kentang, mengandung tripsin inhibitor, oleh sebab itu racun
dari kuman yang seharusnya terurai oleh tripsin, menjadi terlindung. Tripsin
inhibitor juga dihasilkan oleh cacing ascaris yang banyak terdapat pada penduduk
tersebut. Kuman dapat juga berkembang dalam daging yang kurang
dicernakan, dan secara bebas mengeluarkan racunnya.
3) Bentuk pengobatan yang
di berikan biasanya hanya berdasarkan anggapan mereka sendiri tentang bagaimana
penyakit itu timbul. Kalau mereka menganggap penyakit itu disebabkan oleh
hal-hal yang supernatural atau magis, maka digunakan pengobatan secara
tradisional. Pengobatan modern dipilih bila meraka duga penyebabnya adalah
fator ilmiah. Ini dapat merupakan sumber konflik bagi tenaga kesehatan, bila
ternyata pengobatan yang mereka pilih berlawana denganpemikiran secara medis.
4)
Masyarakat
pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang disebabkan oleh
hantu. Di Sukabumi disebut hantu gegep, sedangkan di Sumatra Barat disebabkan hantu
jahat. Di Indramayu pengobatannya adalah dengan dengan pergi ke dukun atau
memasukkan bayi ke bawah tempat tidur yang ditutupi jaring tanpa membawa ke
pelayanan kesehatan.
5) Banyak masyarakat pedalaman tidak
mempercayai kemampuan petugas kesehatan karena kurangnya informasi yang mereka
dapatkan di tempat terpencil. Mereka lebih senang melakukan ritual-ritual
khusus saat terserang penyakit daripada datang ke unit kesehatan terdekat.
6) Masih banyaknya masyarakat yang
enggan melakukan pencegahan kehamilan atau pelayanan Keluarga Berencana karena
bertentangan dengan budaya ataupun kepercayaan yang dianut. Sehingga mereka
cenderung memilih memiliki anak banyak. Hal ini sebenarnya merugikan karena
dapat menimbulkan ledakan penduduk dan ketidakseimbangan jumlah populasi
masyarakat di Indonesia dengan kesempatan kerja yang tersedia.
7) Masih minimnya kepedulian masyarakat
tentang pemahaman konsep sehat sakit. Mereka menganggap sakit adalah keadaan
jika sama ssekali tidak dapat melakukan aktifitas. Bahkan mereka tidak senang
mencegah penyakit melainkan hanya bersifat pengobatan sehingga seringkali baru
dilakukan pengobatan saat kondisinya parah sehingga tingkat kesembuhannya
sangat kecil
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
1)
Setiap individu harus
memahami nilai dan kebernilaian dirinya,sehingga dia akan menempatkan diri
secara bijak dalam pergaulan hidup serta akan mengakui dan bijak terhadap
keberadaan nilai dan kebernilaian orang lain dalam pergaulan bermasyarakat.
2)
Pandangan nilai masyarakat akan perkembangan
Nilai-Nilai Budaya terhadap Individu, Keluarga dan Masyarakat maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Nilai
pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang namun tidak
menghakimi apakah perilaku itu salah atau benar. Nilai pada individu akan
mengikuti perkembangan dan perubahan yang ada pada masyarakat. Selama
nilai-nilai itu mengalami perubahan yang masih relative positif maka tidak
berdampak buruk bagi integritas individu itu sendiri dan begitu pula sebaliknya.
2) Nilai
dan masyarakat memiliki kaitan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan.
Masyarakat akan terkoyak bila nilai-nilai kebersamaan telah lenyap dari amasyarakat
itu. Perkembangan nilai dalam suatu masyrakat sangat dipengaruhi oleh warga masyarakat
atau bangsa yang memiliki nilai itu sendiri.
3) Nilai
merupakan bagian yang sangat penting di masyarakat dan perkembangan kebudayaan.
Suatu tindakan atau perbuatan warga masyarakat dianggap sah apabila sesuai atau
serasi dengan nilai-nilai yang berlaku atau dijunjung tinggi oleh suatu
masyarakat.
4) Kebudayaan disebut juga kultur
merupakan keseluruhan cara hidup manusia sebagai warisan sosial yang diperoleh
individu dari kelompoknya. Pengetahuan tentang suatu kebudayaan tertentu dapat
digunakan untuk meramalkan berbagai kepercayaan dan perilaku anggotanya. Untuk
itu petugas kesehatan perlu mempelajari kebudayaan sebagai upaya mengetahui
perilaku masyarakat di kebudayaan tersebut sehingga dapat turut berperan serta
memperbaiki status kesehatan di masyarakat tersebut.
3.2. SARAN
Nilai-nilai budaya positif yang
sekarang ada dalam masyarakat seharusnya kita lestarikan dan kita lakukan
setiap nilainya dan jangan membawa nilai-nilai budaya yang berdampak negative
kedalam suatu masyarakat, karena dari situlah berkembangnya nilai budaya
terhadap individu dan keluarga atau sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Setiadi,Elly
M.Effendi.Ridwan.2012.Ilmu Soisal & Budaya Dasar.Jakarta:Kencana.
Sulaeman,M.Munandar.1998.Ilmu
Budaya Dasar.Bandung: PT. Eresco.
Ali,Muhammad.2007.
Ilmu dan Aplikasai Pendidikan.Jakarta: PT. Imperial Bhakti Utama.
Ali,Muhammad.2007.Ilmu
Pendidikan Teoretis.Jakarta: PT.Imperial Bhakti Utama.
http//makalah-nilai-sosial-budaya.html
Terima kasih emot nya :j:
ReplyDelete:c
ReplyDelete