Makalah ISBD |Hubungan Perkembangan Nilai Budaya dengan Kesmas - Carinfomu
News Update
Loading...

Monday, 25 August 2014

Makalah ISBD |Hubungan Perkembangan Nilai Budaya dengan Kesmas


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.         LATAR BELAKANG

Nilai dan masyarakat memiliki kaitan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan. Masyarakat akan terkoyak bila nilai-nilai kebersamaan telah lenyap dari masyarakat itu. Perkembangan nilai dalam suatu masyrakat sangat dipengaruhi oleh warga masyarakat atau bangsa yang memiliki nilai itu sendiri.
Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang namun tidak menghakimi apakah perilaku itu salah atau benar. (Horton, 1987)
Nilai merupakan bagian yang sangat penting di masyarakat dan perkembangan kebudayaan. Suatu tindakan atau perbuatan warga masyarakat dianggap sah apabila sesuai atau serasi dengan nilai-nilai yang berlaku atau dijunjung tinggi oleh suatu masyarakat.Perkembangan nilai
Budaya ini dapat berupa materi abstrak, konkret maupun fisik. Secara langsung maupun tidak langsung, budaya akan sangat berpengaruh pada  perkembangan kesehatan masyarakat yang menganut suatu budaya. Indonesia yang terdiri dari beragam etnis tentu memiliki banyak budaya dalam masyarakatnya. Terkadang,perkembangan nilai budaya suatu etnis dengan etnis yang lain dapat berbeda jauh. Hal ini menyebabkan suatu budaya yang positif, dapat dianggap budaya negatif di etnis lainnya. Sehingga tidaklah mengherankan jika permasalahan kesehatan di Indonesia begitu kompleksnya.
                 Untuk mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai budaya dasar dan budaya suatu daerah. Atas dasar inilah, kami ingin mengetahui lebih lanjut mengenai  perkembangan nilai budaya individu yang  kaitannya dengan kesmas. Sehingga dalam mensosialisasikan kesehatan pada masyarakat luas dapat lebih terarah yang implikasinya adalah naiknya derajat kesehatan masyarakat.




1.2.         RUMUSAN MASALAH

1.      Apa perbedaan nilai dan moral terhadap perkembangan nilai budaya individu dengan kesmas?
2.      Bagaimana pandangan dari masyarakat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat tehadap perkembangan nilai budaya, yang meliputi:
§  Bagaimana perkembangan nilai budaya terhadap individu?
§  Bagaimana perkembangan nilai budaya terhadap keluarga?
§   Bagaimana perkembangan nilai budaya terhadap masyarakat?
3.      Bagaimana hubungan perkembangan nilai budaya dengan kesehatan masyarakat?
4.      Apa pengaruh kebudayaan terhadap pengobatan tradisional?
5.      Apa pengaruh hubungan sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat

1.3.         TUJUAN

1.        Mampu menjelaskan perbedaan nilai dan moral terhadap perkembangan nilai budaya individu dengan kesmas.
2.        Mampu menjelaskan pandangan dari masyarakat terhadap individu, keluarga dan masyarakat terhadap perkembangan nilai budaya
3.        Mampu menjelaskan hubungan perkembangan nilai budaya dengan kesehatan masyarakat
4.        Mampu menjelaskan pengaruh kebudayaan terhadap pengobatan tradisional.
5.        Mampu  menjelaskan hubungan sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Perbedaan Nilai dan Moral
2.1.1.      Pengertian Nilai

Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna
bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna
bagi kehidupan manusia.
Pengertian nilai (value), menurut Djahiri (1999), adalah harga, makna, isi dan
pesan, semangat, atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori,
sehingga bermakna secara fungsional. Disini, nilai difungsikan untuk mengarahkan,
mengendalikan, dan menentukan kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar
perilaku. Sedangkan menurut Dictionary dalam Winataputra (1989), nilai adalah
harga atau kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu
tersebut secara intrinsik memang berharga.

Berdasarkan uraian di muka dapat disimpulkan bahwa pengertian dan makna
nilai adalah suatu bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang terdapat dalam berbagai
hal yang dianggap sebagai sesuatu yang berharga, berguna, dan memiliki manfaat.
Nilai Instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar yang dijabarkannya Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan dalam batas-batasyang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Penjabaran itu jelas tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya.
2.1.2.      CIRI-CIRI NILAI

Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah Sebagai berikut.
1.      Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai,tetapi kita tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra adalah kejujuran itu.
2.       Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal (das sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
3.       Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya.Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
2.1.3. MACAM-MACAM NILAI
Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu      
a. Nilai logika adalah nilai benar salah.
b. Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah
c. Nilai etika/moral adalah baik buruk.

Berdasarkan klasifikasi di atas, kita dapat memberikan contoh dalam kehidupan. Jika seorang mahasiswa dapat menjawab suatu pertanyaan, ia benar secara logika. Apabila ia keliru dalam menjawab, kita katakan salah. Kita tidak bisa mengatakan mahasiswa itu buruk karena jawabanya salah. Buruk adalah nilai moral sehingga bukan pada tempatnya kita mengatakan demikian. Contoh nilai estetika adalah apabila kita melihat suatu pemandangan, menonton sebuah pentas pertunjukan, atau merasakan makanan, nilai estetika bersifat subjektif pada diri yang bersangkutan. Seseorang akan merasa senang dengan melihat sebuah lukisan yang menurutnya sangat indah, tetapi orang lain mungkin tidak suka dengan lukisan itu. Kita tidak bisa memaksakan bahwa luikisan itu indah.
Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan
baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak
semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan
manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan
kita sehari-hari.
Menurut Max Scheller (dalam Kaelan ,2002, hlm. 175) menyebutkan hierarki tersebut terdiri dari :
1.    Nilai kenikmatan, yaitu nilai yang mengenakkan atau tidak mengenakkan, yang berkaitan dengan indra manusia yang menyebabkan manusia senang atau menderita.
2.    Nilai kehidupan, yaitu nilai yang penting bagi kehidupan.
3.    Nilai kejiwaan, yaitu nilai yang tidak tergantung pada keadaan jasmani maupun lingkungan.
4.    Nilai kerohanian, yaitu moralitas nilai dari yang suci ke yang tidak suci.
Notonegoro dalam Kaelan (2000) menyebutkan adanya 3 macam nilai. Ketiga nilai
itu adalah sebagai berikut :
a.       Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
b.      Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c.        Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi:
1.      Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
2.      Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan(emotion) manusia.
3.      Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa,Will) manusia.
4.      Nilai religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Sedangkan di Indonesia (khususnya pada dekade penataran P4) Hierarki nilai dibagi 3 yaitu :
1.    Nilai dasar (dasar ontologis) yaitu merupakan hakikat, esensi, inti sari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu (Tuhan).
2.    Nilai instrumental merupakan suatu pedoman yang bisa diukur atau diarahkan. Sehingga dapat dikatakan nilai instrumental merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
3.    Nilai praktis, merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan nyata. Sehingga nilai praktis ini merupakan perwujudan dari nilai instrumental.


2.1.4.  Pengertian Moral
Kata Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut abmoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Menurut kamus besar bahasa indonesia adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll.
Berikut ini berbagai pengertian moral yang di asosiasikan oleh beberapa ahli, terkait dengan pengertian moral;
1.    DIAN IBUNG
Moral adalah nilai yang berlaku dalam suatu lingkungan sosial dan mengatur tingkah laku seseorang.
2.    WIWIT WAHYUNING, DKK
Moral berkenaan dengan norma – norma umum, mengenai apa yang baik atau benar dalam cara hidup seseorang.

3.    ZAINUDDIN SAIFULLAH NAINGGOLAN
Moral ialah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat.
4.    SONNY KERAF
Moral menjadi tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat atau sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu.
5.    IMAM SUKARDI
Moral adalah suatu kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran – ukuran tindakan yang diterima oleh umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
Adapun pengertian moral dalam kamus filsafat dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.    Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah, tepat atau tidak tepat.
b. Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut apa yang dianggap benar, baik, adil dan pantas.
c. Memiliki:
Ø Kemampuan untuk diarahkan oleh (dipengaruhi oleh) keinsyafan benar atau salah.
Ø Kemampuan untuk mengarahkan (mempengaruhi) orang lain sesuai dengan kaidah-kaidah perilaku nilai benar dan salah.
d. Menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam berhubungan dengan orang lain.







2.2.   Pandangan Nilai Masyarakat terhadap Individu,keluarga dan masyarakat terhadap Perkembangan Nilai Budaya

2.2.1.  Perkembangan Nilai Budaya terhadap Individu

Nilai budaya yang dianut individu merupakan masukan nilai-nilai yang berasal dari era global yang sangat luas. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang namun tidak menghakimi apakah perilaku itu salah atau benar. Nilai pada individu akan mengikuti perkembangan dan perubahan yang ada pada masyarakat. Sebagai contoh makin maraknya sinetron di televisi yang menampilkan artis-artis dengan pakaian yang agak terbuka maka akan mempengaruhi nilai-nilai budaya yang ada pada individu. Dahulu di masyarakat terdapat nilai bahwa selayaknya mengenakan pakaian yang menutup aurat. Begitu juga pada sapek lingkungan, bila individu tersebut bergaul di lingkungan yang baik maka sikap baik juga yang akan ditunjukkan dalam kesehariannya. Kini nilai-nilai itu mengalami pergeseran atau perubahan yakni wanita telah dianggap lazim mengenakan pakaian yang mini.
Di era sebelum tahun 1990-an masih banyak wanita yang memliki rambut yang panjang (sampai lutut) namun pada kenyataannya akhir-akhir ini sudah sedikit sekali kita dapat menjumpai seorang wanita yang berambut panjang. Hal itu karena bila seorang wanita berambut panjang maka dianggap tidak fleksibel atau ribet dalam beraktifitas dan mungkin ada anggapan wanita berambut panjang sudah ketinggalan jaman.
Selama nilai-nilai itu mengalami perubahan yang masih relative positif maka tidak berdampak buruk bagi integritas individu itu sendiri dan begitu pula sebaliknya.
2.2.2.      Perkembangan Nilai Budaya terhadap Keluarga
Keluarga menempati posisi diantara individu dan masyarakat yang juga merupakan suatu system. Sebagai system keluarga mempunyai anggota yaitu; ayah, ibu dan anak atau semua individu yang tiunggal di dalam rumah tangga tersebut. Anggota keluarga saling berinteraksi, interelasi dan interdependensi untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga merupakan system yang terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh supra sistemnya yaitu linkungan dan masyarakat dan sebaliknya sebagai subsistem dari lingkungan (masyarakat) keluarga dapat mempengaruhi masyarakat (suprasistem). Oleh karena itu betapa pentingnya peran dan fungsi keluarga dalam membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang bernilai budaya positif.
Keluarga memiliki lima fungsi dasar yang telah diuraikan oleh Friedman (1986) sebagai berikut:
1.    Fungsi afektif: berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis kekuatan keluarga. Berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan pelaksanaan funsi afektif tampak pada kebahagian dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam memenuhi fungsi afektif adalah:
a.       Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar anggota keluarga. Setiap anggota yang mendapatkan kasih saying dan dukungan dari anggota yang lain maka kemapuannya untuk memberikan kasih sayang akan meningkat yang pada akhirnya tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung. Hubungan intim didalam keluarga merupakan modal dasar dalam member hubungan dengan orang lain diluar keluarga.
b.      Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif maka fungsi afektif akan tercapai.
c.       Ikatan dan identifikasi, ikatan dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru. Ikatan anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga. Orang tua harus mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anak-anak dapat meniru perilaku yang positif tersebut.
2.    Fungsi sosialisasi: sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar displin, belajar norma-norma, budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dengan keluarga.
3.    Fungsi Reproduksi: keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
4.    Fungsi ekonomi: fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan semua anggota keluarga, seperti kebutuhan makanan, tempat tinggal dan lain sebagainya.
5.     Fungsi perwatan keluarga: keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu mencegah terjadinya gangguan kesehatan atau merwat anggota keluarga yang sakit.
Dari berbagai fungsi di atas ada 3 fungsi pokok keluarga terhadap keluarga lainnya, yaitu :
1. Asih adalah memberikan kasih saying, perhatian, rasa aman, kehangatan,pada anggotakeluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dankebutuhannya.
2. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selaluterpelihara sehingga memungkinkan menjadi anak-anak sehat baik fisik, mental, sosial, danspiritual.
3.  Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.
2.2.3  Perkembangan Nilai Budaya terhadap Masyarakat
Nilai dan masyarakat memiliki kaitan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan. Masyarakat akan terkoyak bila nilai-nilai kebersamaan telah lenyap dari masyarakat itu. Perkembangan nilai dalam suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh warga masyarakat atau bangsa yang memiliki nilai itu sendiri.
Nilai merupakan bagian yang sangat penting di masyarakat dan perkembangan kebudayaan. Suatu tindakan atau perbuatan warga masyarakat dianggap sah apabila sesuai atau serasi dengan nilai-nilai yang berlaku atau dijunjung tinggi oleh suatu masyarakat. Misalnya suatu masyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, maka bila terdapat anggota masyarakat yang selalu berbuat jujur dalam berperilaku sehari-hari di masyarakat maka ia akan di hormati oleh warga masyarakat itu sendiri. Namun sebaliknya, bila ia suka berbuat curang, tidak berkata sebenarnya maka warga masyarakat akan menjadikan ia sebagai bahan pergunjingan.Selama nilai-nilai itu mengalami perubahan yang masih relative positif maka tidak berdampak buruk bagi integritas masyarakat namun bila di masyarakat yang berkembang adalah nilai-nilai yang negative maka dapat mengancam kesinambungan masyarakat itu sendiri. Dulu kita sering mendengar bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kegotongroyongan, namun kini nilai-nilai itu telah bergeser menjadi nilai-nilai yang mengarah pada individualis, yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama. Kita juga punya nilai-nilai kepedulian sosial yang tinggi, namun kini telah mengalami pergeseran menjadi “cuek is the best”. Hal ini sangat berbahaya bila kita tidak mengantisipasinya. Jangan sampai integritas masyarakat terkoyak karena kita tidak mampu mengarahkan perkembangan atau perubahan nilai yang berlangsung di masyarakat.





















2.3.       Hubungan Perkembangan Nilai Budaya Dengan Kesehatan Masyarakat

Kebudayaan atau disebut juga kultur merupakan keseluruhan cara hidup manusia sebagai warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya. Pengetahuan tentang suatu kebudayaan tertentu dapat digunakan untuk meramalkan berbagai kepercayaan dan perilaku anggotanya. Untuk itu petugas kesehatan perlu mempelajari kebudayaan sebagai upaya mengetahui perilaku masyarakat di kebudayaan tersebut sehingga dapat turut berperan serta memperbaiki status kesehatan di masyarakat tersebut.
Dalam tiap kebudayaan terdapat berbagai kepercayaan yang berkaitan dengan kesehatan. Di pedesaan masyarakat jawa, ibu nifas tidak boleh makan yang amis-amis (misalnya : Ikan) karena menurut kepercayaan akan membuat jahitan perineum sulit sembuh dan darah nifas tidak berhenti. Menurut ilmu gizi hal tersebut tidak dibenarkan karena justru ikan harus dikonsumsi karena mengandung protein sehingga mempercepat pemulihan ibu nifas. Disinilah peran petugas kesehatan untuk meluruskan anggapan tersebut.
Di daerah Langkat, Sumatera Utara ada kebudayaan yang melarang ibu nifas untuk melakukan mobilisasi selama satu minggu sejak persalinan. Ibu nifas harus bedrest total selama seminggu karena dianggap masih lemah dan belum mampu beraktivitas sehingga harus istirahat di tempat tidur. Mereka juga menganggap bahwa dengan ilmu pengetahuan saat ini bahwa dengan beraktivitas maka proses penyembuhan setelah persalinan akan terhambat. Hal ini bertentangan dengan ilmu pengetahuan saat ini bahwa ibu nifas harus melakukan mobilisasi dini agar cepat pulih kondisinya. Dengan mengetahui kebudayaan di daerah tersebut, petugas kesehatan dapat masuk perlahan-lahan untuk memberi pengertian yang benar kepada masyarakat.
Di sisi lain ada kebudayaan yang sejalan dengan aspek kesehatan. Dalam arti kebudayaan yang berlaku tersebut tidak bertentangan bahkan saling mendukung dengan aspek kesehatan. Dalam hal ini petugas kesehatan harus mendukung kebudayaan tersebut. Tetapi kadangkala rasionalisasinya tidak tepat sehingga peran petugas kesehatan adalah meluruskan anggapan tersebut. Sebagai contoh, ada kebudayaan yang menganjurkan ibu hamil minum air kacang hijau agar rambut bayinya lebat. Kacang hijau sangat baik bagi kesehatan karena banyak mengandung vitamin B yang berguna bagi metabolisme tubuh. Petugas kesehatan mendukung kebiasaan minum air kacang hijau tetapi meluruskan anggapan bahwa bukan membuat rambut bayi lebat tetapi karena memang air kacang hujau banyak vitaminnya. Ada juag kebudayaan yang menganjurkan ibu menyusui untuk amakan jagung goring (di Jawa disebut “marning”) untuk melancarkan air susu. Hal ini tidak bertentangan dengan kesehatan. Bila ibu makan jagung goring maka dia akan mudah haus. Karena haus dia akan minum  banyak. Banyak minum inilah yang dapat melancarkan air susu.
            Dalam makalah ini kita mempelajari tentang perkembangan nilai budaya dan kaitannya dengan kesehatan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pentingnya petugas kesehatan mempelajari kebudayaan di suatu wilayah agar dapat memperbaiki status kesehatan masyarakat di daerah tersebut.

2.3.1.      Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional
Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran yang menganggap bahwa penyebab penyakit adalah kuman, kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut dapat mematikan kuman penyebab penyakit. Pada masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu disebabkan oleh penyebab biologis. Kadangkala mereka menghubung-hubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu manusia dan menyebabkan sakit.
Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat guna-guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta pertolongan. Masing-masing suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat sebagai penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut. Cara yang digunakan juga berbeda-beda masing-masing suku. Begitu pula suku-suku di dunia, mereka menggunakan pengobatan tradisional masing-masing untuk menyembuhkan anggota sukunya yang sakit.
Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika anggota sukunya jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui  jalan biasa dan dia terkena penyakit tuberkulosis maka dia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu disebabkan oleh serangan tukang sihirdan korban tidak akan sembuh sampai serangan itu berhenti.
Orang Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit dapat disebabkan oleh dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan yang terkena dapat mencari pertolongan ke dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman. Dengan suatu upacara penyembuhan maka Shaman akan mengeluarkan benda asing itu dari tubuh pasien.

2.3.2. Implementasi hubungan sosial budaya dan pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat
Nilai-nilai sosial  budaya banyak ditemukan pada tradisi-tradisi yang turun-temurun mempengaruhi pola piker dan cara pandang kita dalam melakukan sesuatu, begitu juga pengaruhnya dengan kesehatan masyarakat. Berikut beberapa contoh yang dapat dijadikan pembanding seberapa besar pengaruh sosial budaya dalam praktik kesehatan masyarakat.
a.       Pengaruh social budaya pada saat kehamilan
1)    Enggannya ibu hamil memeriksakan kehamilannya pada bidan di puskesmas atau sarana kesehatan lainnya. Mereka lebih senang memeriksakan kehamilannya dengan dukun kampung karena dianggap sudah terpercaya dan turun-temurun dilakukan. Padahal, dukun kampung tersebut tidak memiliki pengetahuan standar dalam pelayanan kehamilan yang normal.
2)    Pada saat hamil, ibu hamil dilarang makan ikan, telur atau makanan bergizi lainnya karena dipercaya akan menimbulkan bau amis saat melahirkan. Hal ini sebenarnya tidak perlu dilakukan karena berbahaya bagi kesehatan ibu dan dapat mengakibatkan ibu kekurangan asupan gizi akan protein yang terkandung pada ikan.
b.      Pengaruh sosial pada masa kelahiran
1)     Pemberian kunyit atau bahan dapur lain pada tali pusar yang sudah dipercaya turun-temurun. Kemudian, menekan tali pusar tersebut dengan logam. Hal ini tidak boleh dilakukan karena sebenarnya akan mengakibatkan iritasi dan infeksi kuman pada tali pusar bayi baru lahir.
2)     Apabila proses persalinan yang ditolong dukun kampung menyebabkan kematian ibu atau anak. Maka hal itu dianggap wajar karena dipercaya ibu hamil telah melanggar pantangan yang diberikan oleh si dukun.
3)    Plasenta bayi baru lahir,setelah di cuci hendak nya di injak dulu oleh kakaknya jika bayi tsb memiliki kakak. Jika mempercayai mitos tersebut jika tidak terpenuhi malah akan timbul beban pada keluarga, jadi sebaik nya tidak dilakukan.
4)    Plasenta bayi di beri sisir,gula merah, kelapa,pensil,kertas,dan kembang tujuh rupa kemudian di masukkan ke dalam kendi baru dikuburkan. Jika mempercayai mitos tersebut ,jika tidak terpenuhi malah akan timbul beban pada keluarga.  Jadi sebaik nya tidak dilakukan.
5)     Pusar bayi yang puput di simpan dan jika bayi sudah besar,pusat tersebut bisa jadi obat untuk bayi,caranya tali pusat di rendam dan di minum kan kepada si bayi. Mitos seperti ini malah merugikan karna jika sampai terminum oleh bayi maka akan membiarkan mikroorganisme yang ada di plasenta akan masuk ke tubuh bayi.
6)     Wanita- wanita Hausa yang tinggal di sekitar Zaria Nigeria utara, secara tradisi memakan garam kurang selama priode nifas, untuk meningkatkan produksi air susunya. Merka juga menganggap bahwa hawa dingin adalah penyebab penyakit. Oleh sebab itu mereka memanasi tubuhnya paling kurang selama 40 hari setelah melahirkan. Diet garam yang berlebihan dan hawa panas, merupakan penyebab timbulnya kegagalan jantung. Faktor budaya disini adalah kebiasaan makan garam yang berlebihan dan memanasi tubuh adalah faktor pencetus terjadinya kegagalan jantung.
c.       Pengaruh sosial budaya terhadap pelayanan kesehatan
1)     Pengobatan tradisional biasanya mengunakan cara-cara menyakitkan seperti mengiris-iris bagian tubuh atau dengan memanasi penderita,akan tidak puas hanya dengan memberikan pil untuk diminum. Hal tersebut diatas bisa menjadi suatu penghalang dalam memberikan pelayanan kesehatan, tapi dengan berjalannya waktu mereka akan berfikir dan menerima.
2)      Contoh lain dari Papua Nugini dan Nigeria. ”pigbel” sejenis penyakit berat yang dapat menimbulkan kematian disebabkan oleh kuman clodistrium perfringens type C. Penduduk papua Nugini yang tinggal didaratan tinggi biasanya sedikit makan daging. Oleh sebab itu, cenderung untuk menderita kekurangan enzim protetase dalam usus. Bila suatu perayaan tradisional diadakan, mereka makan daging babi dalam jumlah banyak tapi tungku tempat masaknya tidak cukup panas untuk memasak daging dengan baik sehingga kuman clostridia masih dapat berkembang. Makanan pokok mereka adalah kentang, mengandung tripsin inhibitor, oleh sebab itu racun dari kuman yang seharusnya terurai oleh tripsin, menjadi terlindung. Tripsin inhibitor juga dihasilkan oleh cacing ascaris yang banyak terdapat pada penduduk tersebut. Kuman dapat  juga berkembang dalam daging yang kurang dicernakan, dan secara bebas mengeluarkan racunnya.
3)      Bentuk pengobatan yang di berikan biasanya hanya berdasarkan anggapan mereka sendiri tentang bagaimana penyakit itu timbul. Kalau mereka menganggap penyakit itu disebabkan oleh hal-hal yang supernatural atau magis, maka digunakan pengobatan secara tradisional. Pengobatan modern dipilih bila meraka duga penyebabnya adalah fator ilmiah. Ini dapat merupakan sumber konflik bagi tenaga kesehatan, bila ternyata pengobatan yang mereka pilih berlawana denganpemikiran secara medis.
4)      Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang disebabkan oleh hantu. Di Sukabumi disebut hantu gegep, sedangkan di Sumatra Barat disebabkan hantu jahat. Di Indramayu pengobatannya adalah dengan dengan pergi ke dukun atau memasukkan bayi ke bawah tempat tidur yang ditutupi jaring tanpa membawa ke pelayanan kesehatan.
5)      Banyak masyarakat pedalaman tidak mempercayai kemampuan petugas kesehatan karena kurangnya informasi yang mereka dapatkan di tempat terpencil. Mereka lebih senang melakukan ritual-ritual khusus saat terserang penyakit daripada datang ke unit kesehatan terdekat.
6)      Masih banyaknya masyarakat yang enggan melakukan pencegahan kehamilan atau pelayanan Keluarga Berencana karena bertentangan dengan budaya ataupun kepercayaan yang dianut. Sehingga mereka cenderung memilih memiliki anak banyak. Hal ini sebenarnya merugikan karena dapat menimbulkan ledakan penduduk dan ketidakseimbangan jumlah populasi masyarakat di Indonesia dengan kesempatan kerja yang tersedia.
7)      Masih minimnya kepedulian masyarakat tentang pemahaman konsep sehat sakit. Mereka menganggap sakit adalah keadaan jika sama ssekali tidak dapat melakukan aktifitas. Bahkan mereka tidak senang mencegah penyakit melainkan hanya bersifat pengobatan sehingga seringkali baru dilakukan pengobatan saat kondisinya parah sehingga tingkat kesembuhannya sangat kecil





BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
1)        Setiap individu harus memahami nilai dan kebernilaian dirinya,sehingga dia akan menempatkan diri secara bijak dalam pergaulan hidup serta akan mengakui dan bijak terhadap keberadaan nilai dan kebernilaian orang lain dalam pergaulan bermasyarakat.
2)        Pandangan  nilai masyarakat akan perkembangan Nilai-Nilai Budaya terhadap Individu, Keluarga dan Masyarakat maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1)      Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang namun tidak menghakimi apakah perilaku itu salah atau benar. Nilai pada individu akan mengikuti perkembangan dan perubahan yang ada pada masyarakat. Selama nilai-nilai itu mengalami perubahan yang masih relative positif maka tidak berdampak buruk bagi integritas individu itu sendiri dan begitu pula sebaliknya.
2)      Nilai dan masyarakat memiliki kaitan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan. Masyarakat akan terkoyak bila nilai-nilai kebersamaan telah lenyap dari amasyarakat itu. Perkembangan nilai dalam suatu masyrakat sangat dipengaruhi oleh warga masyarakat atau bangsa yang memiliki nilai itu sendiri.
3)      Nilai merupakan bagian yang sangat penting di masyarakat dan perkembangan kebudayaan. Suatu tindakan atau perbuatan warga masyarakat dianggap sah apabila sesuai atau serasi dengan nilai-nilai yang berlaku atau dijunjung tinggi oleh suatu masyarakat.
4)      Kebudayaan disebut juga kultur merupakan keseluruhan cara hidup manusia sebagai warisan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya. Pengetahuan tentang suatu kebudayaan tertentu dapat digunakan untuk meramalkan berbagai kepercayaan dan perilaku anggotanya. Untuk itu petugas kesehatan perlu mempelajari kebudayaan sebagai upaya mengetahui perilaku masyarakat di kebudayaan tersebut sehingga dapat turut berperan serta memperbaiki status kesehatan di masyarakat tersebut.



3.2. SARAN
Nilai-nilai budaya positif yang sekarang ada dalam masyarakat seharusnya kita lestarikan dan kita lakukan setiap nilainya dan jangan membawa nilai-nilai budaya yang berdampak negative kedalam suatu masyarakat, karena dari situlah berkembangnya nilai budaya terhadap individu dan keluarga atau sebaliknya.
























DAFTAR PUSTAKA
Setiadi,Elly M.Effendi.Ridwan.2012.Ilmu Soisal & Budaya Dasar.Jakarta:Kencana.
Sulaeman,M.Munandar.1998.Ilmu Budaya Dasar.Bandung: PT. Eresco.
Ali,Muhammad.2007. Ilmu dan Aplikasai Pendidikan.Jakarta: PT. Imperial Bhakti Utama.
Ali,Muhammad.2007.Ilmu Pendidikan Teoretis.Jakarta: PT.Imperial Bhakti Utama.
http//makalah-nilai-sosial-budaya.html

Share with your friends

2 comments

Notification
Our site is getting a little tune up and some love
Done