BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Melihat banyaknya fakta
yang ada tentang persepsi ibu hamil bahwa hamil merupakan beban yang ada pada
dirinya dan harus di tanggung sendiri oleh setiap wanita. Biasanya banyak ibu
hamil yang beranggapan yang perhatian dengannya hanya orang-orang tertentu
khususnya sang suaminya. Dengan adanya anggapan seperti itu penulis akan
menginterpretasikan sebuah makalah yang berjudul “Peniti di Tepi Kain”.
Dalam judul “Peniti di
tepi Kain” penulis menginterpretasikan bahwa kain digambarkan dengan sosok ibu hamil dan peniti yang ada ditepi kain
merupakan orang-orang yang mendukung keadaan ibu hamil. Kebanyakan ibu hamil
beranggapan bahwa kehamilan merupakan suatu beban baginya,mereka beranggapan
hanya sedikit orang yang mendukung kehamilannya khusunya bagi ibu hamil hanya
suami yang memperhatikannya. Tetapi dalm judul ini digambarkan bahwa ibu hamil
sebenarnya memiliki banyak dukungan yang tanpa ia sadari.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
korelasi antara wanita dan kehamilan?
2. Bagaimana
keadaan dan ketegangan emosi ibu pada masa kehamilan?
3. Bagaimana perubahan dan adaptasi
psikologis ibu hamil?
4.
Bagaimana gangguan psikologis pada kehamilan?
5.
Bagaimana cara mencegah dan mengatasi rasa tertekan pada masa kehamilan?
6.
Apa pengertian dukungan psikososial?
7. Siapa
saja yang bisa menjadi sumber-sumber dukungan psikososial?
8. Apa
saja dampak positif dukungan psikososial?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui dan memahami korelasi antara wanita dan kehamilan
2. Untuk
mengetahui dan memahami keadaan dan ketegangan
emosi ibu
3. Untuk
mengetahui dan memahami perubahan dan adaptasi psikologis ibu hamil
4.
Untuk mengetahui dan memahami gangguan psikologis pada kehamilan
5.
Untuk mengetahui dan memahami mencegah dan mengatasi rasa tertekan
pada masa kehamilan
6.
Untuk mengetahui dan memahami pengertian dukungan psikososial
7. Untuk
mengetahui dan memahami sumber-sumber dukungan psikososial
8. Untuk
mengetahui dan memahami dampak positif dukungan psikososial
D.
Metode
Penulisan
Dalam penulisan makalah
ini, kami menggunakan Metode Pustaka yaitu metode yang dilakukan dengan
mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat,
baik berupa buku maupun informasi di internet yang berkaitan dengan dukungan
psikososial masa kehamilan.
BAB
II
PEMBAHASAN
“Siti
dan Jono merupakan sepasang pengantin baru. Sang suami Jono menginginkan
istrinya untuk menunda kehamilan karena dia belum siap untuk menjadi seorang
ayah. Siti pun menyetujui keinginan suaminya. Tetapi apa mau dikata, jika Allah
sudah berkehendak maka kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dan akhirnya Siti
pun hamil. Karena sang suami belum siap apabila Siti hamil, dia pun bingung
bagaimana cara menyampaikan kehamilannya kepada Jono suaminya. Karena takut Jono
tidak menginginkan kehamilannya, Siti merahasiakan keadaan yang sedang dia
alami itu. Siti tertekan dan menjadi stress, ia merasa tidak mendapat dukungan
akan kehamilannya itu. Hari demi hari pun berganti begitu juga kehamilan Siti
yang makin hari semakin terlihat. Perut Siti yang semakin membesar membuat Jono
curiga. Karena kecurigaannya itu, akhirnya Jono menanyakan kaadaan Siti yang
sebenarnya. Dengan penuh ketakutan akhirnya Siti pun menjawab dengan jujur
mengenai kehamilannya. Jono kaget dengan pernyataan istrinya itu, sebagai suami
dia merasa tidak dihargai karena tidak diberi tau sejak awal. Siti berusaha
menjelaskan alasan kenapa dia tidak memberitahukan kehamilannya, Jono berusaha
menenangkan diri dan mulai menerima alasan istrinya tersebut. Jono yang awalnya
tidak menginginkan istrinya untuk hamil pada akhirnya mulai bisa menerima
kehamilan istrinya. Bahkan sekarang jono merasa memiliki tanggung jawab yang
lebih besar sebagai suami dan calon ayah, sehingga dia sekarang bersikap lebih
protektive dalam menjaga isrti dan darah dagingnya. Setiap kali siti
memeriksakan kandungannya, jono selalu ikut menemani. ”
Sesuai
kebudayaan kita, maka perempuan masih banyak menganggap status menikah sebagai
suatu penyempurnaan diri. Perempuan seolah-olah baru dipandang oleh masyarakat
sekitarnya bila telah menikah. Di negara-negara yang kurang lebih perempuan dan
laik-laki disamakan hak-haknya, status menikah tidak terlalu ditonjolkan bagi
perempuan. Bahkan perempuan yang telah menikah pun sering menganggap berumah
tangga sebagai rintangan bagi jalan kariernya. Sulit untuk menyimpulakan status
manakah yang paling menguntungkan bagi perempuan karena keduanya masing-masing
ada suka dukanya.
A.
Wanita
dan Kehamilan
Kehamilan adalah periode krisis yang
akan berakhir dengan lahirnya seorang bayi dan merupakan episode dramatis dari
kondisi biologis maupun psikologis yang tentu membutuhkan adanya adaptasi.
Selama kehamilan wanita akan mengalami banyak perubahan baik fisik maupun
psikologis. Emosi ibu yang sedang hamil cenderung labil. Reaksi yang
ditunjukkan terhadap kehamilan juga dapat berubah-ubah. Perubahan fisik dan psikologis yang kompleks memerlukan
adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup
dengan proses kehamilan yang terjadi. Persoalan dalam kehamilan itu sendiri
dapat menjadi pencetus reaksi emosional yang ringan hingga tingkat tinggi
sehingga berujung pada gangguan jiwa yang berat.
B.
Keadaan
dan ketegangan emosi ibu
Keadaan emosional ibu selama kehamilan
juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan perinatal. Hal ini
adalah karena ketika seorang ibu hamil mengalami ketakutan,kecemasan,stres, dan
emosi lain yang mendalam maka terjadi perubahan psikologis. Ibu yang mengalami
kecemasan berat dan berkepanjangan sebelum atau selama kehamilan, kemungkinan
dapat mempersulit persalinan ibu. Maka perlunya dukungan psikososial untuk ibu
selama kehamilan sangat penting
dikarenakan dukungan dapat memotivasi dan memberi rasa tenang ibu selama
kehamilan.
Perubahan emosional pada trimester I
adalah penurunan kemauan seksual karena letih dan mual, perubahan suasana hati
seperti depresi atau khawatir, ibu mulai berpikir mengenai bayi dan
kesejahteraannya dan kekhawatiran pada bentuk penampilan diri yang kurang
menarik.
Perubahan emosional pada trimester II
adalah terjadi pada bulan kelima kehamilan, terasa nyata karena bayi sudah
mulai bergerak sehingga dia mulai memerhatikan bayi dan memikirkan apakah
bayinya akan dilahirkan sehat. Rasa cemas ibu hamil akan terus meningkat
seiring bertambah usia kehamilannya.
Perubahan emosional pada trimester III
adalah terutama pada bulan-bulan terakhir kehamilan biasanya gembira bercampur
takut karena kehamilan telah mendekati persalinan. Kekhawatiran ibu hamil
biasanya seperti apa yang akan terjadi pada saat melahirkan, apakah bayi lahir
sehat dan tugas-tugas apa yang dilakukan setelah kelahiran. Pemikiran dan
perasaan seperti ini sangat biasa terjadi pada ibu hamil. Sebaiknya kecemasan
seperti ini dikemukakan istri kepada suaminya dan sebaiknya suami lebih
memperhatikan dan peka terhadap perasaan dan kondisi istrinya.
C.
Perubahan dan Adaptasi Psikologis Ibu
Hamil
1. Perubahan dan Adaptasi Psikologis Ibu Hamil Trimester I
Awal kehamilan, ibu akan membenci perubahan yang terjadi pada dirinya. Merasa
kecewa, terjadi penolakan, kecemasan, dan kesedihan. Perubahan psikologi pada
trimester awal ini menekankan untuk mencapai peran sebagai ibu. Tercapai peran
ibu memerlukan proses belajar melalui serangkaian aktivitas.
Stres yang terjadi pada kehamilan
trimester awal
Ada dua tipe stres, yaitu stres negatif dan positif. Kedua stres ini dapat
mengganggu dan mempengaruhi reaksi individu. Ada pula yang bersifat intrinsik
dan ekstrinsik. Stres intrinsik berhubungan dengan tujuan individu, yang mana
seorang individu akan membuat sesempurna mungkin tujuan hidupnya, baik dalam
kehidupan pribadi ataupun dalam kehidupan sosialnya secara profesional. Stres
ekstrinsik muncul karena faktor eksternal seperti rasa sakit, kehilangan,
kesendirian, dan masa reproduksi.
Stres selama masa reproduksi dapat dihubungkan dengan tiga aspek, yaitu
stres di dalam individu, stres yang disebabkan oleh pihak lain dan stres yang
disebabkan oleh penyesuaian terhadap tekanan sosial. Stres yang terjadi dalam
diri sendiri bisa disebabkan oleh adanya kegelisahan terhadap kemampuan
beradaptasi dengan kejadian kehamilannya.
2. Perubahan dan Adaptasi Psikologis Ibu Hamil Trimester II
Terdapat perubahan psikologis pada
kehamilan trimester kedua, yaitu:
a. Fase Prequeckning. Selama akhir trimester pertama dan prequeckning pada
semester kedua, ibu hamil mengevaluasi kambali hubungannya dan segala aspek di
dalamnya dengan orang tuanya yang telah terjadi dan akan menjadi dasar
bagaimana ia mengembangkan hubungan dengan anak yang akan dilahirkan. Ia akan
menerima segala nilai yang telah diberikan ibunya dengan rasa hormat, namun
bila menemukan adanya sikap yang negatif, maka ia akan menolaknya.Perasaan
menolak terhadap sikap negatif ibunya akan menyebabkan rasa bersalah pada
ibunya. Kecuali bila ibu hamil menyadari bahwa hal tersebut normal karena ia
sedang mengembangkan identitas keibuannya. Proses yang terjadi pada
pengevaluasian kembali ini adalah perubahan identitas dan penerima kasih sayang
menjadi pemberi kasih sayang (persiapan untuk menjadi ibu). Transisi ini
memberikan pengertian yang jelas bagi ibu hamil untuk mempersiapkan dirinya
sebagai ibu yang akan memberi kasih sayang kepada anaknya. Trimester kedua akan
dikatakan sebagai periode pancaran kesehatan disebabkan selama trimester ini
wanita umunya merasa baik dan terbebas dari ketidaknyamanan kehamilan.
b. Fase Postqueckning. Setelah ibu merasakan queckning, identitas keibuan yang muncul. Ibu hamil
akan fokus pada kehamilan dan persiapan untuk menyambut lahirnya sang bayi.
perubahan ini mungkin akan menyebabkan sebagian wanita menangis dan bersedih
karena ia akan meninggalkan fase kehamilannya. Terutama bagi ibu yang hamil
pertama dan para wanita karir yang sedang hamil. Pada wanita multigravida,
peran baru dengan anaknya yang lain dan bagaimana nanti bila ia harus
meninggalkan rumah untuk proses persalinan. Pergerakan yang dirasakan dapat
membantu ibu dalam membangun konsep bahwa bayinya adalah individu yang terpisah
dengannya. Hal ini menyebabkan fokus pada bayinya.
3. Perubahan dan Adaptasi Psikologis Ibu Hamil Trimester III
Gerakan bayi dan semakin membesarnya perut snag ibu adalah salah satu
tanda bahwa kehamilannya mulai memasuki trimester ketiga. Hal ini mengingatkan
ibu bahwa dirinya sedang mengalami kehamilan. Kadang-kadang kekhawatiran dari
ibu muncul, ia takut kalau sewaktu-waktu bayinya lahir. Ibu juga merasakan
kekhawatiran akan bayinya akankah bayinya lahir normal atau tidak. Jikia
bayinya yang dilahirkan tidak normal, biasanya ibu akan mengurung diri dan ia
menghindari untuk bertemu dengan banyak orang. Walaupun demikian, sejelek
apapun atau mungkin anak yang dilahirkan tidak normal, ibu akan tetap
melindungi bayinya dari hal-hal yang membahayakan sang bayi.
Seorang ibu mungkin akan merasa takut dengan kelahiran yang akan
dilaluinya. Ia mungkin sudah merasa takut akan rasa takut dan bahaya fisik yang
akan timbul saat proses kelahiran. Rasa tidak nyaman akibat kehamilan kembali
muncul pada trimester ketiga dan banyak ibu yang merasa bahwa dirinya semakin
jelek dan aneh. Di samping itu, ibu juga akan merasasedih karena perhatian dari
suami selama kehamilan mungkin akan berkurang. Pada trimester ketiga inilah ibu
memerlukan ketenangan dan dukungan dari suami, keluarga serta bidan atau dokter
kandungan.
Trimester ketiga lebih sering disebut dengan periode menunggu atau
penantian dan waspada. Sebab pada masa ini ibu merasa tidak sabar ingin segera
melihat anak yang selama sembilan bulan lahir ke dunia ini. Trimester ketiga
adalah masa persiapan kelahiran dan peran sebagai orangtua seperti terpusatnya
perhatian pada kelahiran bayi. orang tua dan keluarga mulai mengira-ira
bagaimana anaknya (terutama wajahnya, akan menyerupai siapa), dan apa jenis
kelaminnya. Mungkin juga nama cantik sudah disiapkan oleh orangtuanya.
Trimester ketiga ini adalah masa aktif untuk penantian kelahiran bayi dan masa
perubahan untuk menjadi orang tua.
D. Gangguan Psikologis pada Kehamilan
1. Gangguan psikologi pada kehamilan palsu
Kehamilan palsu adalah suatu keadaan di mana seorang wanita berada dalam
kondisi yang menunjukkan berbagi tanda dan gejala kehamilan seperti tidak
mendapat menstruasi, adanya mual dan muntah, pembesaran perut, peningkatan
berat badan dan gejala kehamilan lainnya bahkan kadang hasil test urine dapat
menjadi positif palsu, tetapi sesungguhnya ia tidak benar-benar hamil. Faktor
yang sangat sering berhubungan dengan terjaidnya kehamilan palsu adalah faktor
emosional atau psikis yang menyebabkan kegagalan sistem endokrin dalam
mengontrol hormon yang menimbulkan keadaan seperti hamil.
Gejala gangguan psikologis pada pseudosiesis
Wanita dengan pseudosiesis memiliki
kondisi psikologis sebagai berikut:
a.
Adanya sikap yang ambivalen terhadapa kehamilannya, yaitu ingin sekali
menjadi hamil, sekaligus tidak ingin menjadi hami. Ingin memiliki anak
sekaligus dibarengi dengan rasa takut untuk menetralisasi keinginan mempunyai
anak.
b.
Keinginan untuk hamil terutama sekai tidak timbul dari dorongan keibuan,
akan tetapi khusus dipacu oleh dendam, sikap bermusuhan, dan harga diri.
Sebagai contoh pada wanita yang steril.
c.
Secara bersamaan muncul kesediaan untuk menyadari, sekaligus kesediaan
untuk tidak mau menyadari bahwa kehamilannya adalah ilusi belaka.
d.
Wanita dengan pseudosiesis tidak terlepas dari pseudologi yaitu
fantasi-fantasi atau kebohongan yang selalu ditampilkan ke depan untuk mengingkari
hal-hal yang menyenangkan.
Pengelolaan gangguan psikologis pada pseudosiesis
Peristiwa kehamilan palsu merujuk pada pseudologia, yaitu fantasi-fantasi
kebohongan yang selalu ditampilkan ke depan untuk mengingkari atau menghindari
realitas yang tidak menyenangkan.
Wanita pseudosiesi ingin sekali menonjolkan egonya untuk menutupi
kelemahan dirinya, oleh karena itu dipilihlah aliran konseling psikoanalisis
dengan menekankan pentingnya hidup klien, pengaruh dari pengalaman diri pada
kepribadian individu, serta irasionalitas dan sumber-sumber tidak sadar dari
tingkah laku manusia. Pesan konselor dalam hal ini adalah menciptakan suasana
senyaman mungkin agar klien merasa bebas untuk mengekspresikan pikiran-pikiran yang
sulit. Konselor berupaya agar klien mendapat wawasan dengan menyelami kembali
dan kemudian menyelesaikan pengalaman masa lalu yang belum terselesaikan.
Dengan demikian, klien diharapkan dapat memperoleh kesdaran diri, kejujuran,
dan hubungan pribadi yang secara efektif dapat menghadapi dengan realitas,
serta dapat mengendalikan tingkah laku irasional.
2. Fenomena kehamilan di luar nikah
Remaja bisa
mengatakan bahwa seks bebas atau pranikah itu aman untuk dilakukan. Namun, bila
remaja melihat dan memahami akibat dari perilaku itu, ternyata lebih banyak
membawa kerugian. Salah satu resikonya adalah kehamilan di luar nikah. Sesungguh
merupakan suatu permasalahan kompleks yang dapat menghancurkan segalanya, masa
muda, pendidikan, kepercayaan dan kebanggan orang tua, serta pandangan negatif
dari masyarakat. Selain itu, kehamilan yang tidak diinginkan yang juga mengarah
pada tindakan aborsi kriminalitas.
Tanda dan gejala gangguan psikologis
pada kehamilan di luar nikah
Umumnya kehamilan di luar nikah dialami oleh remaja, dimana remaja dengan rentang
usia 12-19 tahun memiliki kondisi psikis yang labil karena masa ini merupakan
masa transisi dan pencarian jati diri. Dengan kehamilan di luar nikah banyak
permasalahan yang akan dihadapi oleh remaja, di antaranya adalah:
a.
Timbulnya perasaan takut dan bingung yang luar biasa, terutama bagi wanita
yang menjadi objek akan merasakan ketakutan besar terhadap respon orang tua,
dan biasanya mereka menutupi kehamilannya sehingga didapatkan tindakan lain dan
orang tua baru menyadari setelah perut anaknya membuncit.
b.
Rasa ketakutan jika kekasih yang menghamilinya tidak mau bertanggung jawab
dan tidak mau menolongnya keluar dari kondisi yang rumit itu.
c.
Cemas jika teman-temannya mengetahui, apalagi pihak sekolah yang mungkin
saja akan mengeluarkannya dari sekolah.
d.
Rasa takut yang timbul karena ia sangat tidak siap menjadi seorang ibu.
e.
Timbul keinginan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi.
Pengelolaan gangguan psikologis pada
kehamian diluar nikah
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan dengan melakukan konseling humanistik,
di mana manusia sebagai individu berhak menentukan sendiri keputusannya dan
selalu berpandangan bahwa pada dasarnya manusia itu adalah baik. Sedangkan
konselor yang ingin memberikan konseling perlu memiliki tiga karakter sebagai
berikut ini:
a.
Empati adalah kemampuan konselor untuk merasakan bersama dengan klien,
usaha berfikir bersama tentang dan untuk mereka.
b.
Positive regard (acceptance), yaitu menghargai klien dengan berbagai
kondisi dan keberadaannya.
c.
Congruence (genuineness), adalah kondisi transparan dalam hubungan
terapeutik.
Oleh karena itu, di dalam menghadapi permasalahan kehamilan di luar nikah
bagi para remaja, maka sebagai bidan atau psikolog dapat memberikan konseling
dengan keluarga, antar remaja itu sendiri, konselor dan pihak keluarga,
mengingat orang tua masih memiliki andil yang besar pada kehidupan anak remaja
mereka.
3. Gangguan psikologis pada kehamilan yang tidak diinginkan
Permasalahan pada kehamilan yang
tidak diinginkan
Kehamilan tidak hanya terjadi pada remaja akibat hubugan yang terlampau
bebas, tetapi juga pada wanita yang telah menikah sebagai akibat dari kegagalan
konrasepsi dan penolakan pada jenis kelamin bayi yang ia kandung.
Tanda dan gejala psikologis pada
kehamilan yang tidak dikehendaki
a.
Pada kehamilan yang tidak dikehendaki, merasa bahwa janin yang
dikandungnya bukanlah bagian dari dirinya dan berusaha untuk mengeluarkan dari
tubuhnya melalui tindakan-tindakan tidak bermoral seperti aborsi.
b.
Beberapa wanita bersikap aktif-agresif, mereka sangat marah dan dendam
pada kekasih atau suaminya serta merasa sanggup menanggung konsekuensi dari
tindakannya. Selain itu, calon bayinya dianggap sebagai beban dan malapetaka
bagi dirinya.
Pengelolaan gangguan psikologis pada wanita dengan kehamilan yang tidak
diinginkan. Penanganan dalam permasalahan ini tidak jauh berbeda dengan
penanganan pada masa kehamilan di luar nikah. Perbedaannya hanya pada teknik
konseling karena kehamilan ini terjadi pada wanita yang tealah menikah yaitu
dengan konseling pasangan.
E. Mencegah dan mengatasi rasa tertekan pada masa kehamilan
Untuk menghindari tindakan-tindakan
nekat, dalam mengatasi rasa tertekan perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
a.
Mencegah timbulnya rasa tertekan dengan menghindari rangsangan-rangsangan
dapat menimbulkan kemarahan maupun luapan emosi lainnya. Kegiatan dan kesibukan
yang menyenangkan dapat dilakukan.
b.
Masa depresi yang berhubungan dengan masa hamil sebaiknya dicegah dengan
kesibukan seperti membaca cerita yang bagus, melihat gambar-gambar indah, dan
berjalan-jalan menghirup hawa segar.
c.
Mencegah kelelahan tubuh supaya tidak melampaui batas daya tahan. Pada
masa depresi, pekerjaan memang perlu dikurangi tetapi harus tetap ada kegiatan.
d.
Pertemuan antarkaum perempuan, kaum ibu maupun pertemuan informal akan
bermanfaat. Pertemuan dari hati ke hati dan percakapan intim dapat bermanfaat.
e.
Perlu pekerjaan selingan atau sambilan untuk menghilangkan sifat monoton
pelaksanaan tugas-tugas rumah tangga yang rutin,
f.
Pembinaan kesatuan suami istri melalui penciptaan hubungan suami istri
yang serasi berdasarkan kasih, seperti :
1.
Keinginan untuk mengetahui dan mengenal pasangan hidup.
2.
Menerima pasangan kita dengan semua sifatnya.
3.
Melalui sikap memberi dan menerima akan terbina saling penyesuaian.
4.
Usaha mencapai kesesuaian dalam hal tubuh dan jiwa.
5.
Untuk mengatasi kebosanan dengan keinginan akan hal yang baru, perlu daya
kreasi dalam menciptakan cara-cara baru demi terpupuknya kemesraan pada
pertemuan intim suami istri.
g.
Bila depresi masih belum dapat diatasi dan tidak dapat dianalisis penyebab
segala keadaan dan pernderitaan batin, perlu diminta pertolongan pada ahli
dalam bidang ini yaitu pskiater.
F. Pengertian Dukungan Psikososial
Dukungan psikososial adalah upaya atau dukungan yang dilakukan oleh individu,
kelompok atau komunitas di luar diri seseorang (individu) dalam sebuah
interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari yang penuh kasih sayang, cinta dan
perlindungan, membantu penyesuaikan diri terhadap masalah atau situasi sulit
yang dihadapi (coping).
G.
Sumber-sumber
Dukungan Psikososial
Wanita pada saat hamil mengalami
perubahan baik fisik maupun psikis, sehingga dukungan pada masa-masa kehamilan
sangat diperlukan agar ibu tidak mengalami stres sehingga ibu tetap sehat serta
bayi pun juga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Bentuk-bentuk dukungan
tersebut dapat diperoleh dari orang-orang terdekat ibu, terutama dukungan dari
suami, keluarga maupun lingkungan sekitar.
1.
Dukungan
dari suami
Suami adalah pasangan hidup istri. Suami
mempunyai tanggung jawab yang besar sebagai kepala keluarga. Selain sebagai
pencari nafkah, suami juga berperan sebagai motivator dalam menghadapi berbagai
situasi dalam kehidupan rumah tangga, termasuk menjadi motivator pada saat
istri sedang hamil. Suami berperan sebagai pendukung utama (main supporter) .
Dukungan yang diberikan suami sangat mempengaruhi kondisi ibu dan bayi yang
dikandungnya. Dukungan dan peran serta suami dalam masa kehamilan terbukti
meningkatkan kesiapan ibu hamil dalam menghadapi kehamilan dan proses
persalinan, bahkan juga memicu produksi ASI. Suami sebagai seorang yang paling
dekat, dianggap paling tahu kebutuhan istri. Keterlibatan suami sejak awal masa
kehamilan, sudah pasti akan mempermudah dan meringankan pasangan dalam
menjalani dan mengatasi berbagai perubahan yang terjadi pada tubuhnya akibat
hadirnya sesosok “manusia mungil” di dalam perutnya.
Berdasarkan penelitian, bentuk-bentuk
dukungan yang dapat diberikan suami kepada istri antara lain :
a. Suami
turut bahagia saat mengatahui bahwa sang istri hamil. Kebahagiaan tersebut
dapat ditunjukkan melalui ekspresi wajah, tindakan, sikap, perilaku maupun
pernyataan langsung kepada istri bahwa suami merasa bahagia mendapatkan
momogan, bahwa suami sangat mendambakan bayi dalam kandungan istri.
b. Suami
memahami dan bersikap sabar dalam menghadapi sikap dan perilaku istri. Selama
masa kehamilan, istri biasanya mengalami hal yang dinamakan “ngidam” yaitu
suatu kondisi dimana istri meminta sesuatu yang aneh-aneh bahkan mustahil. Oleh
sebab itu, kesabaran dan sikap positif suami sangat diperlukan dalm menghadapi
keadaan semacam itu.
c. Suami
memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan istri dan anak yang dikandungnya.
Misal suami turut serta mengantar istri memeriksakan kandungannya, ikut
memperhatikan makanan bergizi serta suplemen yang dikonsumsi istri, serta
mengingatkan waktu makan istri.
d. Suami
tidak membebani istri dengan pekerjaan rumah tangga yang berat, karena
dikhawatirkan dapat mengganggu kehamilannya. Walaupun pekerjaan rumah tangga
tersebut sudah biasa dilakukan oleh istri, sebaiknya suami turut membantu istri
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Misalnya suami membantu menyapu atau
membereskan rumah sebelum berangkat bekerja.
e. Suami
menasihati istri agar istri tidak terlalu capek bekerja.
f. Suami
tidak mengucapkan kata-kata yang dapat menyinggung ataupun menyakiti hati dan
perasaan istri.
g. Suami
tidak melakukan kekerasan fisik kepada istri. Contohnya memukul, menampar
bahkan menendang.
h. Suami
menghibur/ menenangkan ketika ada masalah yang dihadapi istri.
i.
Membangun rasa percaya diri ibu hamil.
Kendati tubuh ibu hamil mengalami perubahan berat badan, timbul flek pada
wajah, dan perubahan bentuk perut yang makinm membesar. Sebaiknya suami
meyakinkan istri bahwa ia tetap menarik dan cantik.
j.
Suami berusaha menciptakan kondisi yang
harmonis dan menghindari konflik atau perselisihan dengan istri. Misalnya
dengan mengajak istri jalan-jalan, makan malam bersama ataupun mencipkatakan
situasi romantis lainnya.
k. Mempersiapkan
keuangan secara matang untuk proses persalinan. Kesiapan ini akan memberikan
rasa tenang bagi seorang istri.Pemilihan tempat persalinan juga sebaiknya
dibicarakan berdua.
l.
Suami berdoa untuk kesehatan istrinya
dan keselamatannya.
m. Suami
turut menemani istri dalam proses persalinan. Dengan adanya suami yang turut
menemani dalam proses persalinan, istri akan merasa lebih nyaman karena merasa
terdukung sehingga memudahkan dalam proses kelahiran bayinya.
2.
Dukungan
anggota keluarga lainnya
Seorang wanita yang sedang hamil
biasanya juga perlu mendapatkan dukungan dari anggota keluarga lain, seperti
dukungan dari orang tua dan mertua. Anggota keluarga lainnya juga mempengaruhi
tingkat stres ibu hamil. Meskipun suami mendukung penuh kehamilan istri, namun
ibu hamil dapat merasa tertekan jika kehamilannya tidak diterima oleh angota
keluarga lainnya. Oleh karena itu, diharapkan anggota keluarga lainnya
mendukung penuh atas kehamilan istri.
Bentuk-bentuk dukungan yang dapat
diberikan hampir mirip dengan dukungan dari suami. Yang pertama dukungan dari
orang tua kandung, misalnya ibu kandung bisa menceritakan pengalamannya pada
saat hamil dan memberikan informasi-informasi seputar kehamilan berdasarkan
pengalaman pribadi ibu. Ayah kandung juga dapat memberikan dukungan berupa
perhatian dan kasih sayang, ataupun hanya berupa ekspresi bahagia.
Yang kedua dukungan dari ayah dan ibu
mertua. Bentuk dukungan yang diberikan misalnya menanyakan keadaan janin yang
sedang dikandung, kesehatan dan memastikan bahwa istri benar-benar menjaga
kehamilannya ataupun sering berkunjung untuk melihat kondisi kehamilan
menantunya. Bentuk dukungan tersebut menunjukkan bahwa mertua bahagia, peduli
dan mengharapkan kehadiran cucu nya.
Selain itu, seluruh keluarga bisa
memberikan dukungannya dalam bentuk doa untuk keselamatan ibu dan bayi yang
dikandungnya. Terkadang terdapat ritual adat istiadat yang memberikan arti
tersendiri yang tidak boleh ditinggalkan.
3.
Dukungan
dari lingkungan sosial
Dukungan dari lingkungan sekitar tempat
tinggal memang tidak terlalu berpengaruh terhadap kehamilan. Bentuk dukungan
dari lingkungan sosial antara lain
a. Berdoa
bersama untuk keselamatan ibu dan bayi dari ibu-ibu pengajian, perkumpulan atau
kegiatan sosial lainnya.
b. Memberikan
informasi serta pengalaman hamil dan melahirkan yang pernah mereka alami. Namun
pengalaman dan informasi antara satu orang dengan orang lainnya berbeda-beda.
Banyak informasi seputar kehamilan yang kurang tepat bahkan salah, informasi
tersebut kebanyakan berdasarkan atas adat istiadat masyarakat setempat, bahkan
ada yang bersifat mistis. Untuk itu seorang ibu hamil harus bisa memilah mana
informasi yang tepat dan baik untuk kehamilannya serta mana informasi yang
tidak baik untuk kehamilannya.
c.
Adanya diantara mereka yang
bersedia mengantarkan ibu untuk memeriksakan kandungannya. Bahkan tak jarang
mereka memberikan rekomendasi mengenai bidan, rumah bersalin atau rumah sakit
yang dianggap berkualitas, tentu saja rekomendasi dari satu orang dengan orang
lain dapat berbeda-beda. Hal ini pun juga sesuai dengan pengalaman dari
masing-masing individu.
4.
Dukungan
Dari Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan
khususnya bidan
sangat berperan dalam memberikan dukungan
pada ibu
hamil. Bidan
sebagai tempat mencurahkan segala isi hati dan kesulitannya dalam menghadapi kehamilan
dan persalinan. Tenaga kesehatan
harus mampu mengenali keadaan yang terjadi disekitar ibu
hamil. Hubungan yang baik, saling mempercayai dapat
memudahkan bidan/
tenaga kesehatan
dalam memberikan pendidikan kesehatan.
Tenaga kesehatan dapat memberikan
peranannnya melalui dukungan :
a. Aktif
: Melalui kelas antenatal
b. Pasif
: Dengan memberikan kesempatan kepada ibu hamil yang mengalami masalah untuk
berkonsultasi, meyakinkan bahwa ibu dapat menghadapi perubahan
selama kehamilan, membagi pengalaman
yang pernah dirasakan sendiri, dan memutuskan apa yang harus diberitahukan pada
ibu dalam menghadapi kehamilannya.
H.
Dampak
Positif Dukungan Psikososial
Selama kehamilan, dukungan psikososial, sangat membantu dalam menjaga atau
mengontrol kondisi emosional, tiga fungsi dukungan psikososial yang disebut
health-sustaining (Schumaker & Brownell (1984), sabagai berikut :
a.
Gratification of affiliative needs, yaitu dukungan
psikososial untuk menegaskan bahwa seseorang merupakan bagian dari kelompok dan
diterima dalam norma-norma masyarakat.
b.
Self-identity maintanance and enhancement, yaitu
dukungan sosial berfungsi sebagai baromater untuk mengukur kualitas interaksi
seseorang dengan orang lain.
c.
Self-esteem eanhancement, yaitu sebagai penegasan
kembali atas nilai-nilai yang dimiliki oleh yang bersangkutan kepada orang lain
bahwa dirinya adalah pribadi yang baik.
Dampak
Positif Dukungan Psikososial pada Ibu Hamil :
a.
Ibu hamil yang mendapatkan dukungan psikososial dari
orang-orang terdekatnya, menunjukkan bahwa dia beserta janin yang dikandungnya
diterima oleh lingkungan sosial ibu hamil.
b.
Dukungan psikososial dapat menjadi benteng bagi ibu
hamil selama menghadapi masalah-masalah yang timbul pada masa kehamilan.
c.
Ibu hamil yang selalu menerima dukungan psikososial
menjadikan ibu memiliki rasa tenang dan nyaman dalam mengahadapi kondisi
kehamilannya.
d.
Rasa tenang dan nyaman yang ditimbulkan dapat
mempermudah proses persalinan, karena ibu terhindar dari hambatan-hambatan
secara psikologis (stres,cemas,tertekan).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehamilan
merupakan keadaan alamiah yang dialami hampir semua wanita. Dalam masa
kehamilannya, ibu mengalami perubahan fisik maupun psikologis yang dapat
mempengaruhi kehidupan normalnya. Keadaan emosi ibu yang labil, serta mengalami
ketakutan, kecemasan, stres, dan emosi lain yang mendalam, dapat menjadi pencetus reaksi
emosional yang ringan hingga tingkat tinggi sehingga menimbulkan rasa tertekan
dan berujung pada gangguan jiwa yang berat. Maka dari itu diperlukan dukungan
psikososial selama masa kehamilan. Dukungan tersebut dapat diperoleh dari
orang-orang terdekat ibu seperti suami, keluarga, lingkungan serta bidan.
Dukungan psikososial dari orang-orang terdekat ibu dapat memberikan rasa nyaman
serta dapat mempermudah proses persalinan ibu.
B. Saran
1.
Sebagai orang terdekat ibu hamil, sebaiknya lebih peka dan memberikan
perhatian kepada ibu hamil.
2.
Sebagai suami, sebaiknya memberikan dukungan baik dukungan fisik maupun
psikologis selama masa kehamilan istri, sehingga istri tidak merasa tertekan.
3.
Sebagai keluarga juga dapat memberikan dukungan psikologis kepada ibu
hamil, baik berupa memberikan informasi seputar kehamilan atau pengalaman pada
masa kehamilan dan persalinan, memberikan perhatian lebih sehingga ibu merasa
kehamilannya diterima.
4.
Sebagai tenaga kesehatan, sebaiknya mendukung kehamilan ibu dalam bentuk
memberikan informasi tentang kehamilan, memberikan kesempatan
kepada ibu hamil yang mengalami masalah untuk berkonsultasi.
thanks i like your page
ReplyDeletehttp://yvc-i-gc012.blogspot.co.id/