Makalah “Dukungan Psikologis Masa Kehamilan” - Carinfomu
News Update
Loading...

Tuesday, 20 January 2015

Makalah “Dukungan Psikologis Masa Kehamilan”



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Melihat banyaknya fakta yang ada tentang persepsi ibu hamil bahwa hamil merupakan beban yang ada pada dirinya dan harus di tanggung sendiri oleh setiap wanita. Biasanya banyak ibu hamil yang beranggapan yang perhatian dengannya hanya orang-orang tertentu khususnya sang suaminya. Dengan adanya anggapan seperti itu penulis akan menginterpretasikan sebuah makalah yang berjudul “Peniti di Tepi Kain”.

Dalam judul “Peniti di tepi Kain” penulis menginterpretasikan bahwa kain digambarkan dengan sosok  ibu hamil dan peniti yang ada ditepi kain merupakan orang-orang yang mendukung keadaan ibu hamil. Kebanyakan ibu hamil beranggapan bahwa kehamilan merupakan suatu beban baginya,mereka beranggapan hanya sedikit orang yang mendukung kehamilannya khusunya bagi ibu hamil hanya suami yang memperhatikannya. Tetapi dalm judul ini digambarkan bahwa ibu hamil sebenarnya memiliki banyak dukungan yang tanpa ia sadari.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana korelasi antara wanita dan kehamilan?
2.      Bagaimana keadaan dan ketegangan emosi ibu pada masa kehamilan?
3.      Bagaimana perubahan dan adaptasi psikologis ibu hamil?
4.      Bagaimana gangguan psikologis pada kehamilan?
5.      Bagaimana cara mencegah dan mengatasi rasa tertekan pada masa kehamilan?
6.      Apa pengertian dukungan psikososial?
7.      Siapa saja yang bisa menjadi sumber-sumber dukungan psikososial?
8.      Apa saja dampak positif dukungan psikososial?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui dan memahami korelasi antara wanita dan kehamilan
2.      Untuk mengetahui dan memahami  keadaan dan ketegangan emosi ibu
3.      Untuk mengetahui dan memahami perubahan dan adaptasi psikologis ibu hamil
4.      Untuk mengetahui dan memahami gangguan psikologis pada kehamilan
5.      Untuk mengetahui dan memahami mencegah dan mengatasi rasa tertekan pada masa kehamilan
6.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian dukungan psikososial
7.      Untuk mengetahui dan memahami sumber-sumber dukungan psikososial
8.      Untuk mengetahui dan memahami dampak positif dukungan psikososial

D.    Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan Metode Pustaka yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di internet yang berkaitan dengan dukungan psikososial masa kehamilan.




BAB II
PEMBAHASAN
“Siti dan Jono merupakan sepasang pengantin baru. Sang suami Jono menginginkan istrinya untuk menunda kehamilan karena dia belum siap untuk menjadi seorang ayah. Siti pun menyetujui keinginan suaminya. Tetapi apa mau dikata, jika Allah sudah berkehendak maka kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dan akhirnya Siti pun hamil. Karena sang suami belum siap apabila Siti hamil, dia pun bingung bagaimana cara menyampaikan kehamilannya kepada Jono suaminya. Karena takut Jono tidak menginginkan kehamilannya, Siti merahasiakan keadaan yang sedang dia alami itu. Siti tertekan dan menjadi stress, ia merasa tidak mendapat dukungan akan kehamilannya itu. Hari demi hari pun berganti begitu juga kehamilan Siti yang makin hari semakin terlihat. Perut Siti yang semakin membesar membuat Jono curiga. Karena kecurigaannya itu, akhirnya Jono menanyakan kaadaan Siti yang sebenarnya. Dengan penuh ketakutan akhirnya Siti pun menjawab dengan jujur mengenai kehamilannya. Jono kaget dengan pernyataan istrinya itu, sebagai suami dia merasa tidak dihargai karena tidak diberi tau sejak awal. Siti berusaha menjelaskan alasan kenapa dia tidak memberitahukan kehamilannya, Jono berusaha menenangkan diri dan mulai menerima alasan istrinya tersebut. Jono yang awalnya tidak menginginkan istrinya untuk hamil pada akhirnya mulai bisa menerima kehamilan istrinya. Bahkan sekarang jono merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar sebagai suami dan calon ayah, sehingga dia sekarang bersikap lebih protektive dalam menjaga isrti dan darah dagingnya. Setiap kali siti memeriksakan kandungannya, jono selalu ikut menemani. ”
Sesuai kebudayaan kita, maka perempuan masih banyak menganggap status menikah sebagai suatu penyempurnaan diri. Perempuan seolah-olah baru dipandang oleh masyarakat sekitarnya bila telah menikah. Di negara-negara yang kurang lebih perempuan dan laik-laki disamakan hak-haknya, status menikah tidak terlalu ditonjolkan bagi perempuan. Bahkan perempuan yang telah menikah pun sering menganggap berumah tangga sebagai rintangan bagi jalan kariernya. Sulit untuk menyimpulakan status manakah yang paling menguntungkan bagi perempuan karena keduanya masing-masing ada suka dukanya.
A.      Wanita dan Kehamilan
Kehamilan adalah periode krisis yang akan berakhir dengan lahirnya seorang bayi dan merupakan episode dramatis dari kondisi biologis maupun psikologis yang tentu membutuhkan adanya adaptasi. Selama kehamilan wanita akan mengalami banyak perubahan baik fisik maupun psikologis. Emosi ibu yang sedang hamil cenderung labil. Reaksi yang ditunjukkan terhadap kehamilan juga dapat berubah-ubah. Perubahan  fisik dan psikologis yang kompleks memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian  pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat menjadi pencetus reaksi emosional yang ringan hingga tingkat tinggi sehingga berujung pada gangguan jiwa yang berat.

B.       Keadaan dan ketegangan emosi ibu
Keadaan emosional ibu selama kehamilan juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan perinatal. Hal ini adalah karena ketika seorang ibu hamil mengalami ketakutan,kecemasan,stres, dan emosi lain yang mendalam maka terjadi perubahan psikologis. Ibu yang mengalami kecemasan berat dan berkepanjangan sebelum atau selama kehamilan, kemungkinan dapat mempersulit persalinan ibu. Maka perlunya dukungan psikososial untuk ibu selama kehamilan  sangat penting dikarenakan dukungan dapat memotivasi dan memberi rasa tenang ibu selama kehamilan.
Perubahan emosional pada trimester I adalah penurunan kemauan seksual karena letih dan mual, perubahan suasana hati seperti depresi atau khawatir, ibu mulai berpikir mengenai bayi dan kesejahteraannya dan kekhawatiran pada bentuk penampilan diri yang kurang menarik.
Perubahan emosional pada trimester II adalah terjadi pada bulan kelima kehamilan, terasa nyata karena bayi sudah mulai bergerak sehingga dia mulai memerhatikan bayi dan memikirkan apakah bayinya akan dilahirkan sehat. Rasa cemas ibu hamil akan terus meningkat seiring bertambah usia kehamilannya.
Perubahan emosional pada trimester III adalah terutama pada bulan-bulan terakhir kehamilan biasanya gembira bercampur takut karena kehamilan telah mendekati persalinan. Kekhawatiran ibu hamil biasanya seperti apa yang akan terjadi pada saat melahirkan, apakah bayi lahir sehat dan tugas-tugas apa yang dilakukan setelah kelahiran. Pemikiran dan perasaan seperti ini sangat biasa terjadi pada ibu hamil. Sebaiknya kecemasan seperti ini dikemukakan istri kepada suaminya dan sebaiknya suami lebih memperhatikan dan peka terhadap perasaan dan kondisi istrinya.

C.      Perubahan dan Adaptasi Psikologis Ibu Hamil
1.      Perubahan dan Adaptasi Psikologis Ibu Hamil Trimester I
Awal kehamilan, ibu akan membenci perubahan yang terjadi pada dirinya. Merasa kecewa, terjadi penolakan, kecemasan, dan kesedihan. Perubahan psikologi pada trimester awal ini menekankan untuk mencapai peran sebagai ibu. Tercapai peran ibu memerlukan proses belajar melalui serangkaian aktivitas.
Stres yang terjadi pada kehamilan trimester awal
Ada dua tipe stres, yaitu stres negatif dan positif. Kedua stres ini dapat mengganggu dan mempengaruhi reaksi individu. Ada pula yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Stres intrinsik berhubungan dengan tujuan individu, yang mana seorang individu akan membuat sesempurna mungkin tujuan hidupnya, baik dalam kehidupan pribadi ataupun dalam kehidupan sosialnya secara profesional. Stres ekstrinsik muncul karena faktor eksternal seperti rasa sakit, kehilangan, kesendirian, dan masa reproduksi.
Stres selama masa reproduksi dapat dihubungkan dengan tiga aspek, yaitu stres di dalam individu, stres yang disebabkan oleh pihak lain dan stres yang disebabkan oleh penyesuaian terhadap tekanan sosial. Stres yang terjadi dalam diri sendiri bisa disebabkan oleh adanya kegelisahan terhadap kemampuan beradaptasi dengan kejadian kehamilannya.
2.      Perubahan dan Adaptasi Psikologis Ibu Hamil Trimester II
Terdapat perubahan psikologis pada kehamilan trimester kedua, yaitu:
a.      Fase Prequeckning. Selama akhir trimester pertama dan prequeckning pada semester kedua, ibu hamil mengevaluasi kambali hubungannya dan segala aspek di dalamnya dengan orang tuanya yang telah terjadi dan akan menjadi dasar bagaimana ia mengembangkan hubungan dengan anak yang akan dilahirkan. Ia akan menerima segala nilai yang telah diberikan ibunya dengan rasa hormat, namun bila menemukan adanya sikap yang negatif, maka ia akan menolaknya.Perasaan menolak terhadap sikap negatif ibunya akan menyebabkan rasa bersalah pada ibunya. Kecuali bila ibu hamil menyadari bahwa hal tersebut normal karena ia sedang mengembangkan identitas keibuannya. Proses yang terjadi pada pengevaluasian kembali ini adalah perubahan identitas dan penerima kasih sayang menjadi pemberi kasih sayang (persiapan untuk menjadi ibu). Transisi ini memberikan pengertian yang jelas bagi ibu hamil untuk mempersiapkan dirinya sebagai ibu yang akan memberi kasih sayang kepada anaknya. Trimester kedua akan dikatakan sebagai periode pancaran kesehatan disebabkan selama trimester ini wanita umunya merasa baik dan terbebas dari ketidaknyamanan kehamilan.
b.      Fase Postqueckning. Setelah ibu merasakan queckning, identitas keibuan yang muncul. Ibu hamil akan fokus pada kehamilan dan persiapan untuk menyambut lahirnya sang bayi. perubahan ini mungkin akan menyebabkan sebagian wanita menangis dan bersedih karena ia akan meninggalkan fase kehamilannya. Terutama bagi ibu yang hamil pertama dan para wanita karir yang sedang hamil. Pada wanita multigravida, peran baru dengan anaknya yang lain dan bagaimana nanti bila ia harus meninggalkan rumah untuk proses persalinan. Pergerakan yang dirasakan dapat membantu ibu dalam membangun konsep bahwa bayinya adalah individu yang terpisah dengannya. Hal ini menyebabkan fokus pada bayinya.
3.      Perubahan dan Adaptasi Psikologis Ibu Hamil Trimester III
Gerakan bayi dan semakin membesarnya perut snag ibu adalah salah satu tanda bahwa kehamilannya mulai memasuki trimester ketiga. Hal ini mengingatkan ibu bahwa dirinya sedang mengalami kehamilan. Kadang-kadang kekhawatiran dari ibu muncul, ia takut kalau sewaktu-waktu bayinya lahir. Ibu juga merasakan kekhawatiran akan bayinya akankah bayinya lahir normal atau tidak. Jikia bayinya yang dilahirkan tidak normal, biasanya ibu akan mengurung diri dan ia menghindari untuk bertemu dengan banyak orang. Walaupun demikian, sejelek apapun atau mungkin anak yang dilahirkan tidak normal, ibu akan tetap melindungi bayinya dari hal-hal yang membahayakan sang bayi.
Seorang ibu mungkin akan merasa takut dengan kelahiran yang akan dilaluinya. Ia mungkin sudah merasa takut akan rasa takut dan bahaya fisik yang akan timbul saat proses kelahiran. Rasa tidak nyaman akibat kehamilan kembali muncul pada trimester ketiga dan banyak ibu yang merasa bahwa dirinya semakin jelek dan aneh. Di samping itu, ibu juga akan merasasedih karena perhatian dari suami selama kehamilan mungkin akan berkurang. Pada trimester ketiga inilah ibu memerlukan ketenangan dan dukungan dari suami, keluarga serta bidan atau dokter kandungan.
Trimester ketiga lebih sering disebut dengan periode menunggu atau penantian dan waspada. Sebab pada masa ini ibu merasa tidak sabar ingin segera melihat anak yang selama sembilan bulan lahir ke dunia ini. Trimester ketiga adalah masa persiapan kelahiran dan peran sebagai orangtua seperti terpusatnya perhatian pada kelahiran bayi. orang tua dan keluarga mulai mengira-ira bagaimana anaknya (terutama wajahnya, akan menyerupai siapa), dan apa jenis kelaminnya. Mungkin juga nama cantik sudah disiapkan oleh orangtuanya. Trimester ketiga ini adalah masa aktif untuk penantian kelahiran bayi dan masa perubahan untuk menjadi orang tua.

D.      Gangguan Psikologis pada Kehamilan
1.      Gangguan psikologi pada kehamilan palsu
Kehamilan palsu adalah suatu keadaan di mana seorang wanita berada dalam kondisi yang menunjukkan berbagi tanda dan gejala kehamilan seperti tidak mendapat menstruasi, adanya mual dan muntah, pembesaran perut, peningkatan berat badan dan gejala kehamilan lainnya bahkan kadang hasil test urine dapat menjadi positif palsu, tetapi sesungguhnya ia tidak benar-benar hamil. Faktor yang sangat sering berhubungan dengan terjaidnya kehamilan palsu adalah faktor emosional atau psikis yang menyebabkan kegagalan sistem endokrin dalam mengontrol hormon yang menimbulkan keadaan seperti hamil.
Gejala gangguan psikologis pada pseudosiesis
Wanita dengan pseudosiesis memiliki kondisi psikologis sebagai berikut:
a.       Adanya sikap yang ambivalen terhadapa kehamilannya, yaitu ingin sekali menjadi hamil, sekaligus tidak ingin menjadi hami. Ingin memiliki anak sekaligus dibarengi dengan rasa takut untuk menetralisasi keinginan mempunyai anak.
b.      Keinginan untuk hamil terutama sekai tidak timbul dari dorongan keibuan, akan tetapi khusus dipacu oleh dendam, sikap bermusuhan, dan harga diri. Sebagai contoh pada wanita yang steril.
c.       Secara bersamaan muncul kesediaan untuk menyadari, sekaligus kesediaan untuk tidak mau menyadari bahwa kehamilannya adalah ilusi belaka.
d.      Wanita dengan pseudosiesis tidak terlepas dari pseudologi yaitu fantasi-fantasi atau kebohongan yang selalu ditampilkan ke depan untuk mengingkari hal-hal yang menyenangkan.
Pengelolaan  gangguan psikologis pada pseudosiesis
Peristiwa kehamilan palsu merujuk pada pseudologia, yaitu fantasi-fantasi kebohongan yang selalu ditampilkan ke depan untuk mengingkari atau menghindari realitas yang tidak menyenangkan.
Wanita pseudosiesi ingin sekali menonjolkan egonya untuk menutupi kelemahan dirinya, oleh karena itu dipilihlah aliran konseling psikoanalisis dengan menekankan pentingnya hidup klien, pengaruh dari pengalaman diri pada kepribadian individu, serta irasionalitas dan sumber-sumber tidak sadar dari tingkah laku manusia. Pesan konselor dalam hal ini adalah menciptakan suasana senyaman mungkin agar klien merasa bebas untuk mengekspresikan pikiran-pikiran yang sulit. Konselor berupaya agar klien mendapat wawasan dengan menyelami kembali dan kemudian menyelesaikan pengalaman masa lalu yang belum terselesaikan. Dengan demikian, klien diharapkan dapat memperoleh kesdaran diri, kejujuran, dan hubungan pribadi yang secara efektif dapat menghadapi dengan realitas, serta dapat mengendalikan tingkah laku irasional.
2.      Fenomena kehamilan di luar nikah
Remaja bisa mengatakan bahwa seks bebas atau pranikah itu aman untuk dilakukan. Namun, bila remaja melihat dan memahami akibat dari perilaku itu, ternyata lebih banyak membawa kerugian. Salah satu resikonya adalah kehamilan di luar nikah. Sesungguh merupakan suatu permasalahan kompleks yang dapat menghancurkan segalanya, masa muda, pendidikan, kepercayaan dan kebanggan orang tua, serta pandangan negatif dari masyarakat. Selain itu, kehamilan yang tidak diinginkan yang juga mengarah pada tindakan aborsi kriminalitas.
Tanda dan gejala gangguan psikologis pada kehamilan di luar nikah
Umumnya kehamilan di luar nikah dialami oleh remaja, dimana remaja dengan rentang usia 12-19 tahun memiliki kondisi psikis yang labil karena masa ini merupakan masa transisi dan pencarian jati diri. Dengan kehamilan di luar nikah banyak permasalahan yang akan dihadapi oleh remaja, di antaranya adalah:
a.       Timbulnya perasaan takut dan bingung yang luar biasa, terutama bagi wanita yang menjadi objek akan merasakan ketakutan besar terhadap respon orang tua, dan biasanya mereka menutupi kehamilannya sehingga didapatkan tindakan lain dan orang tua baru menyadari setelah perut anaknya membuncit.
b.      Rasa ketakutan jika kekasih yang menghamilinya tidak mau bertanggung jawab dan tidak mau menolongnya keluar dari kondisi yang rumit itu.
c.       Cemas jika teman-temannya mengetahui, apalagi pihak sekolah yang mungkin saja akan mengeluarkannya dari sekolah.
d.      Rasa takut yang timbul karena ia sangat tidak siap menjadi seorang ibu.
e.       Timbul keinginan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi.
Pengelolaan gangguan psikologis pada kehamian diluar nikah
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan dengan melakukan konseling humanistik, di mana manusia sebagai individu berhak menentukan sendiri keputusannya dan selalu berpandangan bahwa pada dasarnya manusia itu adalah baik. Sedangkan konselor yang ingin memberikan konseling perlu memiliki tiga karakter sebagai berikut ini:
a.       Empati adalah kemampuan konselor untuk merasakan bersama dengan klien, usaha berfikir bersama tentang dan untuk mereka.
b.      Positive regard (acceptance), yaitu menghargai klien dengan berbagai kondisi dan keberadaannya.
c.       Congruence (genuineness), adalah kondisi transparan dalam hubungan terapeutik.
Oleh karena itu, di dalam menghadapi permasalahan kehamilan di luar nikah bagi para remaja, maka sebagai bidan atau psikolog dapat memberikan konseling dengan keluarga, antar remaja itu sendiri, konselor dan pihak keluarga, mengingat orang tua masih memiliki andil yang besar pada kehidupan anak remaja mereka.
3.      Gangguan psikologis pada kehamilan yang tidak diinginkan
Permasalahan pada kehamilan yang tidak diinginkan
Kehamilan tidak hanya terjadi pada remaja akibat hubugan yang terlampau bebas, tetapi juga pada wanita yang telah menikah sebagai akibat dari kegagalan konrasepsi dan penolakan pada jenis kelamin bayi yang ia kandung.
Tanda dan gejala psikologis pada kehamilan yang tidak dikehendaki
a.       Pada kehamilan yang tidak dikehendaki, merasa bahwa janin yang dikandungnya bukanlah bagian dari dirinya dan berusaha untuk mengeluarkan dari tubuhnya melalui tindakan-tindakan tidak bermoral seperti aborsi.
b.      Beberapa wanita bersikap aktif-agresif, mereka sangat marah dan dendam pada kekasih atau suaminya serta merasa sanggup menanggung konsekuensi dari tindakannya. Selain itu, calon bayinya dianggap sebagai beban dan malapetaka bagi dirinya.
Pengelolaan gangguan psikologis pada wanita dengan kehamilan yang tidak diinginkan. Penanganan dalam permasalahan ini tidak jauh berbeda dengan penanganan pada masa kehamilan di luar nikah. Perbedaannya hanya pada teknik konseling karena kehamilan ini terjadi pada wanita yang tealah menikah yaitu dengan konseling pasangan.

E.       Mencegah dan mengatasi rasa tertekan pada masa kehamilan
Untuk menghindari tindakan-tindakan nekat, dalam mengatasi rasa tertekan perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
a.       Mencegah timbulnya rasa tertekan dengan menghindari rangsangan-rangsangan dapat menimbulkan kemarahan maupun luapan emosi lainnya. Kegiatan dan kesibukan yang menyenangkan dapat dilakukan.
b.      Masa depresi yang berhubungan dengan masa hamil sebaiknya dicegah dengan kesibukan seperti membaca cerita yang bagus, melihat gambar-gambar indah, dan berjalan-jalan menghirup hawa segar.
c.       Mencegah kelelahan tubuh supaya tidak melampaui batas daya tahan. Pada masa depresi, pekerjaan memang perlu dikurangi tetapi harus tetap ada kegiatan.
d.      Pertemuan antarkaum perempuan, kaum ibu maupun pertemuan informal akan bermanfaat. Pertemuan dari hati ke hati dan percakapan intim dapat bermanfaat.
e.       Perlu pekerjaan selingan atau sambilan untuk menghilangkan sifat monoton pelaksanaan tugas-tugas rumah tangga yang rutin,
f.       Pembinaan kesatuan suami istri melalui penciptaan hubungan suami istri yang serasi berdasarkan kasih, seperti :
1.      Keinginan untuk mengetahui dan mengenal pasangan hidup.
2.      Menerima pasangan kita dengan semua sifatnya.
3.      Melalui sikap memberi dan menerima akan terbina saling penyesuaian.
4.      Usaha mencapai kesesuaian dalam hal tubuh dan jiwa.
5.      Untuk mengatasi kebosanan dengan keinginan akan hal yang baru, perlu daya kreasi dalam menciptakan cara-cara baru demi terpupuknya kemesraan pada pertemuan intim suami istri.
g.      Bila depresi masih belum dapat diatasi dan tidak dapat dianalisis penyebab segala keadaan dan pernderitaan batin, perlu diminta pertolongan pada ahli dalam bidang ini yaitu pskiater.

F.       Pengertian Dukungan Psikososial
Dukungan psikososial adalah upaya atau dukungan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau komunitas di luar diri seseorang (individu) dalam sebuah interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari yang penuh kasih sayang, cinta dan perlindungan, membantu penyesuaikan diri terhadap masalah atau situasi sulit yang dihadapi (coping).

G.      Sumber-sumber Dukungan Psikososial
Wanita pada saat hamil mengalami perubahan baik fisik maupun psikis, sehingga dukungan pada masa-masa kehamilan sangat diperlukan agar ibu tidak mengalami stres sehingga ibu tetap sehat serta bayi pun juga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Bentuk-bentuk dukungan tersebut dapat diperoleh dari orang-orang terdekat ibu, terutama dukungan dari suami, keluarga maupun lingkungan sekitar.
1.      Dukungan dari suami
Suami adalah pasangan hidup istri. Suami mempunyai tanggung jawab yang besar sebagai kepala keluarga. Selain sebagai pencari nafkah, suami juga berperan sebagai motivator dalam menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan rumah tangga, termasuk menjadi motivator pada saat istri sedang hamil. Suami berperan sebagai pendukung utama (main supporter) . Dukungan yang diberikan suami sangat mempengaruhi kondisi ibu dan bayi yang dikandungnya. Dukungan dan peran serta suami dalam masa kehamilan terbukti meningkatkan kesiapan ibu hamil dalam menghadapi kehamilan dan proses persalinan, bahkan juga memicu produksi ASI. Suami sebagai seorang yang paling dekat, dianggap paling tahu kebutuhan istri. Keterlibatan suami sejak awal masa kehamilan, sudah pasti akan mempermudah dan meringankan pasangan dalam menjalani dan mengatasi berbagai perubahan yang terjadi pada tubuhnya akibat hadirnya sesosok “manusia mungil” di dalam perutnya.
Berdasarkan penelitian, bentuk-bentuk dukungan yang dapat diberikan suami kepada istri antara lain :
a.       Suami turut bahagia saat mengatahui bahwa sang istri hamil. Kebahagiaan tersebut dapat ditunjukkan melalui ekspresi wajah, tindakan, sikap, perilaku maupun pernyataan langsung kepada istri bahwa suami merasa bahagia mendapatkan momogan, bahwa suami sangat mendambakan bayi dalam kandungan istri.
b.      Suami memahami dan bersikap sabar dalam menghadapi sikap dan perilaku istri. Selama masa kehamilan, istri biasanya mengalami hal yang dinamakan “ngidam” yaitu suatu kondisi dimana istri meminta sesuatu yang aneh-aneh bahkan mustahil. Oleh sebab itu, kesabaran dan sikap positif suami sangat diperlukan dalm menghadapi keadaan semacam itu.
c.       Suami memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan istri dan anak yang dikandungnya. Misal suami turut serta mengantar istri memeriksakan kandungannya, ikut memperhatikan makanan bergizi serta suplemen yang dikonsumsi istri, serta mengingatkan waktu makan istri.
d.      Suami tidak membebani istri dengan pekerjaan rumah tangga yang berat, karena dikhawatirkan dapat mengganggu kehamilannya. Walaupun pekerjaan rumah tangga tersebut sudah biasa dilakukan oleh istri, sebaiknya suami turut membantu istri menyelesaikan pekerjaan tersebut. Misalnya suami membantu menyapu atau membereskan rumah sebelum berangkat bekerja.
e.       Suami menasihati istri agar istri tidak terlalu capek bekerja.
f.       Suami tidak mengucapkan kata-kata yang dapat menyinggung ataupun menyakiti hati dan perasaan istri.
g.      Suami tidak melakukan kekerasan fisik kepada istri. Contohnya memukul, menampar bahkan menendang.
h.      Suami menghibur/ menenangkan ketika ada masalah yang dihadapi istri.
i.        Membangun rasa percaya diri ibu hamil. Kendati tubuh ibu hamil mengalami perubahan berat badan, timbul flek pada wajah, dan perubahan bentuk perut yang makinm membesar. Sebaiknya suami meyakinkan istri bahwa ia tetap menarik dan cantik.
j.        Suami berusaha menciptakan kondisi yang harmonis dan menghindari konflik atau perselisihan dengan istri. Misalnya dengan mengajak istri jalan-jalan, makan malam bersama ataupun mencipkatakan situasi romantis lainnya.
k.      Mempersiapkan keuangan secara matang untuk proses persalinan. Kesiapan ini akan memberikan rasa tenang bagi seorang istri.Pemilihan tempat persalinan juga sebaiknya dibicarakan berdua.
l.        Suami berdoa untuk kesehatan istrinya dan keselamatannya.
m.    Suami turut menemani istri dalam proses persalinan. Dengan adanya suami yang turut menemani dalam proses persalinan, istri akan merasa lebih nyaman karena merasa terdukung sehingga memudahkan dalam proses kelahiran bayinya.
2.      Dukungan anggota keluarga lainnya
Seorang wanita yang sedang hamil biasanya juga perlu mendapatkan dukungan dari anggota keluarga lain, seperti dukungan dari orang tua dan mertua. Anggota keluarga lainnya juga mempengaruhi tingkat stres ibu hamil. Meskipun suami mendukung penuh kehamilan istri, namun ibu hamil dapat merasa tertekan jika kehamilannya tidak diterima oleh angota keluarga lainnya. Oleh karena itu, diharapkan anggota keluarga lainnya mendukung penuh atas kehamilan istri.
Bentuk-bentuk dukungan yang dapat diberikan hampir mirip dengan dukungan dari suami. Yang pertama dukungan dari orang tua kandung, misalnya ibu kandung bisa menceritakan pengalamannya pada saat hamil dan memberikan informasi-informasi seputar kehamilan berdasarkan pengalaman pribadi ibu. Ayah kandung juga dapat memberikan dukungan berupa perhatian dan kasih sayang, ataupun hanya berupa ekspresi bahagia.
Yang kedua dukungan dari ayah dan ibu mertua. Bentuk dukungan yang diberikan misalnya menanyakan keadaan janin yang sedang dikandung, kesehatan dan memastikan bahwa istri benar-benar menjaga kehamilannya ataupun sering berkunjung untuk melihat kondisi kehamilan menantunya. Bentuk dukungan tersebut menunjukkan bahwa mertua bahagia, peduli dan mengharapkan kehadiran cucu nya.
Selain itu, seluruh keluarga bisa memberikan dukungannya dalam bentuk doa untuk keselamatan ibu dan bayi yang dikandungnya. Terkadang terdapat ritual adat istiadat yang memberikan arti tersendiri yang tidak boleh ditinggalkan.
3.      Dukungan dari lingkungan sosial
Dukungan dari lingkungan sekitar tempat tinggal memang tidak terlalu berpengaruh terhadap kehamilan. Bentuk dukungan dari lingkungan sosial antara lain
a.       Berdoa bersama untuk keselamatan ibu dan bayi dari ibu-ibu pengajian, perkumpulan atau kegiatan sosial lainnya.
b.      Memberikan informasi serta pengalaman hamil dan melahirkan yang pernah mereka alami. Namun pengalaman dan informasi antara satu orang dengan orang lainnya berbeda-beda. Banyak informasi seputar kehamilan yang kurang tepat bahkan salah, informasi tersebut kebanyakan berdasarkan atas adat istiadat masyarakat setempat, bahkan ada yang bersifat mistis. Untuk itu seorang ibu hamil harus bisa memilah mana informasi yang tepat dan baik untuk kehamilannya serta mana informasi yang tidak baik untuk kehamilannya.
c.       Adanya diantara mereka yang bersedia mengantarkan ibu untuk memeriksakan kandungannya. Bahkan tak jarang mereka memberikan rekomendasi mengenai bidan, rumah bersalin atau rumah sakit yang dianggap berkualitas, tentu saja rekomendasi dari satu orang dengan orang lain dapat berbeda-beda. Hal ini pun juga sesuai dengan pengalaman dari masing-masing individu.
4.      Dukungan Dari Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan khususnya bidan sangat berperan dalam memberikan dukungan pada ibu hamil. Bidan sebagai tempat mencurahkan segala isi hati dan kesulitannya dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Tenaga kesehatan harus mampu mengenali keadaan yang terjadi disekitar ibu hamil. Hubungan yang baik, saling mempercayai dapat memudahkan bidan/ tenaga kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan.
Tenaga kesehatan dapat memberikan peranannnya melalui dukungan :
a.       Aktif : Melalui kelas antenatal
b.      Pasif : Dengan memberikan kesempatan kepada ibu hamil yang mengalami masalah untuk berkonsultasi, meyakinkan bahwa ibu dapat menghadapi perubahan selama kehamilan, membagi pengalaman yang pernah dirasakan sendiri, dan memutuskan apa yang harus diberitahukan pada ibu dalam menghadapi kehamilannya.

H.    Dampak Positif Dukungan Psikososial
Selama kehamilan, dukungan psikososial, sangat membantu dalam menjaga atau mengontrol kondisi emosional, tiga fungsi dukungan psikososial yang disebut health-sustaining (Schumaker & Brownell (1984), sabagai berikut :
a.       Gratification of affiliative needs, yaitu dukungan psikososial untuk menegaskan bahwa seseorang merupakan bagian dari kelompok dan diterima dalam norma-norma masyarakat.
b.      Self-identity maintanance and enhancement, yaitu dukungan sosial berfungsi sebagai baromater untuk mengukur kualitas interaksi seseorang dengan orang lain.
c.       Self-esteem eanhancement, yaitu sebagai penegasan kembali atas nilai-nilai yang dimiliki oleh yang bersangkutan kepada orang lain bahwa dirinya adalah pribadi yang baik.
Dampak Positif Dukungan Psikososial pada Ibu Hamil :
a.       Ibu hamil yang mendapatkan dukungan psikososial dari orang-orang terdekatnya, menunjukkan bahwa dia beserta janin yang dikandungnya diterima oleh lingkungan sosial ibu hamil.
b.      Dukungan psikososial dapat menjadi benteng bagi ibu hamil selama menghadapi masalah-masalah yang timbul pada masa kehamilan.
c.       Ibu hamil yang selalu menerima dukungan psikososial menjadikan ibu memiliki rasa tenang dan nyaman dalam mengahadapi kondisi kehamilannya.
d.      Rasa tenang dan nyaman yang ditimbulkan dapat mempermudah proses persalinan, karena ibu terhindar dari hambatan-hambatan secara psikologis (stres,cemas,tertekan).




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kehamilan merupakan keadaan alamiah yang dialami hampir semua wanita. Dalam masa kehamilannya, ibu mengalami perubahan fisik maupun psikologis yang dapat mempengaruhi kehidupan normalnya. Keadaan emosi ibu yang labil, serta mengalami ketakutan, kecemasan, stres, dan emosi lain yang mendalam, dapat menjadi pencetus reaksi emosional yang ringan hingga tingkat tinggi sehingga menimbulkan rasa tertekan dan berujung pada gangguan jiwa yang berat. Maka dari itu diperlukan dukungan psikososial selama masa kehamilan. Dukungan tersebut dapat diperoleh dari orang-orang terdekat ibu seperti suami, keluarga, lingkungan serta bidan. Dukungan psikososial dari orang-orang terdekat ibu dapat memberikan rasa nyaman serta dapat mempermudah proses persalinan ibu.

B.     Saran
1.      Sebagai orang terdekat ibu hamil, sebaiknya lebih peka dan memberikan perhatian kepada ibu hamil.
2.      Sebagai suami, sebaiknya memberikan dukungan baik dukungan fisik maupun psikologis selama masa kehamilan istri, sehingga istri tidak merasa tertekan.
3.      Sebagai keluarga juga dapat memberikan dukungan psikologis kepada ibu hamil, baik berupa memberikan informasi seputar kehamilan atau pengalaman pada masa kehamilan dan persalinan, memberikan perhatian lebih sehingga ibu merasa kehamilannya diterima.
4.      Sebagai tenaga kesehatan, sebaiknya mendukung kehamilan ibu dalam bentuk memberikan informasi tentang kehamilan, memberikan kesempatan kepada ibu hamil yang mengalami masalah untuk berkonsultasi.

Share with your friends

1 comment

  1. thanks i like your page
    http://yvc-i-gc012.blogspot.co.id/

    ReplyDelete

Notification
Our site is getting a little tune up and some love
Done