Gerakan keluarga berecana atau KB yang kita kenal
sekarang ini dipelopori oleh beberapa tokoh, baik dalam maupun luar negeri.
Pada awal abad ke 19 di Inggris upaya KB mula-mula timbul atas prakarsa
sekelompok orang yang mearuh perhatian pada masalah kesehatan ibu. Maria Stopes
(1880-1950) menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan kaum buruh di
Inggris. Di Amerika serikat di kenal Margareth Sanger (1883-1996) dengan
program Birth Controlnya yang merupakan pelopor kelompok keluarga berencana
modern. Pada 1917 didirikan National Birth Control League dan pada November
1921 diadakan Konferensi Nasional Amerika tentang pengontrolan Kehamilan dengan
Margareth Sanger sebagai ketuanya. Pada 1925 ia mengorganisasikan Konferensi
Internasional di New York yang menghasilkan pembentukan International
Federation Of Birth Control League.
Selanjutnya pada 1927 Margareth Sanger menyelenggarakan Konferensi Populasi
Dunia di Janewa yang melahirkan International Woman For Scientific Study On
Population dan International Medical Group For the Investigation Of
Contraception. Pada 1948 Margareth Sanger ikut mempelopori pembentukan Komite
International Keluarga Berencana yang dalam Konferensi di NewDelhi pada 1952
meresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF).
Federasi ini memilih Margareth Sanger dan Ramaran dari India Sebagai pimpinannya.
Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-perkumpuan keluarga berencana di seluruh
dunia termasuk di Indonesia yang mendirikan Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI).
Sebelum PKBI didirikan di Indonesia sudah banyak
usaha-usaha untuk membatasi kelahiran secara individual. Diantara pelopor
Keluarga Berencana itu adalah Dr. Sulianti Saroso dari Yogyakarta, pada 1952
beliau menganjurkan para ibu untuk membatasi kelahiran mengingat angka kematian
bayi yang cukup tinggi. Banyak tantangan yang dihadapi oleh Dr.Sulianti Saroso
antara lain gabungan organisasi wanita Yogyakarta, bahkan juga dari pemerintah
waktu itu.
Di Jakarta, perintisan dimulai di Bagian Kebidanan
dan Kandungan FKUI/RSUP (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo) oleh
tokoh-tokoh seperti Profesor Sarwono Prawirohardjo, Dr. M. Joedono, Dr. Hanifa
Wiknjosastro, Dr. Koens.Martiono, Dr.R.Soeharto, dan Dr. Hurustiati Subandrio.
Pelayanan Keluarga Berencana dilakukan secara diam-diam di poliklinik kebidanan
FKUI/RSUP. Setelah mengadakan hubungan dengan IPPF serta mendapatkan dukungan
dari para pelopor keluarga berencana setempat, pada 20 Desember 1957 Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI) resmi berdiri, dengan Dr. R. Soeharto sebagai ketua.
Dalam kepengurusan PKBI, dilibatkan pola tokoh-tokoh non medis seperti Nani
Suwondo, SH., Ny. Sjamsuridjam, dan lain-lain. PKBI memperjuangkan terwujudnya
keluarga sejahtera melalui 3 macam usaha yaitu mengatur kehamian atau
menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan, memberi nasehat perkawinan.
Kegiatan pelayanan dan penerangan masih dilakukan secara terbatas, hal ini
mengingat masih banyaknya kesulitan dan hambatan terutama KUHP pasal 283 yang
melarang menyebarluaskan gagasan KB.
Pada Januari 1967 diadakan simposium kontrasepsi di
Bandung dan dengan demikian berita mengenai kontrasepsi diikuti oleh masyarakat
luas melalui media massa. Pada Februari 1967 diadakan konggres PKBI pertama
yang antara lain agar keluarga berencana sebagai program pemerintah segera
dilaksanakan. Pernyataan PKBI sangat tepat pada waktunya, karena pada 1967 ini
Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi kependudukan Sedunia bersama 30
kepala negara lainnya. Pada bulan April 1967 Gubernur DKI Jakarta, Ali Sidikin
menganggap sudah waktunya kegiatan KB dijalankan secara resmi di Jakarta dengan
menyelenggarakan proyek Keluarga Berencana DKI Jakarta.
Berdirinya LKBN
pada November 1968 yang dalam menjalankan tugasnya diawasi dan dibimbing
oleh Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat, merupakan kristalisasi dan
kesungguhan pemerintah dalam kebijakan keluarga berencana.
Selanjutnya peristiwa-peristiwa bersejarah dalam
perkembangan keluarga berencana di Indonesia adalah masuknya program KB itu ke
dalam repelita I dan berdirinya Badan Koordinasi Keluarga Berenca (BKKBN)
melalui keputusan Presiden RI nomer 8 tahun 1970, menggantikan LKBN. Struktur
BKKBN yang merupakan Badan Koordinasi dan bukan merupakan bagian dari
departemen kesehatan memberikan keuntungan tersendiri. Struktur ini
memungkinkan program melepaskan diri dari pendekatan klinis yang jangkauannya
terbatas. Wadah ini memungkinkan pula peranan para pakar non medis dalam
menyukseskan program KB di Indonesia melalui pendekatan kemasyarakatan.
Organisasi BKKBN terus dikembangkan dan disempurnakan melalui konggres Prsiden
RI no.33 tahun 1972, no.38 tahun 1978, dan no.1983. [1]
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan,
Nardho. Dkk.1996. Buku Pedoman Petugas
Fasilita Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta : departemen kesehatan RI h.
1
Sastrawan,
sulaiman. 1980. Teknik Keluarga Berencana.
Bandung : Elstar Offset. H. 16-17
Setya
Arum, Dyah Noviawati dan Sujiyatini. 2009. Panduan
Lengkap Pelayanan KB Terkini. Jogyakarta : Nuha Offset
Sulistyawati,
Ari. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana.
Jakarta : Salemba Medika halaman 8-9